TEMPO.CO, Malang - Peternak sapi di Kota Malang merugi lantaran transaksi penjualan sapi lesu sejak sebulan terakhir. Jika sebelumnya rata-rata setiap pekan peternak menjual tiga ekor, saat ini sama sekali tidak ada pembelian.
“Jagal menahan diri tak membeli sapi, menunggu harga stabil," ujar peternak sapi di Jalan Sanan, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Malang, Hasan Waluyo, Selasa, 11 Agustus 2015. Sanan merupakan sentra penggemukan sapi di Malang. Peternak memanfaatkan limbah industri tempe berupa kulit kedelai dan rebusan tempe sebagai pakan utama selain rumput.
Harga sapi ukuran sedang melonjak sekitar Rp 18 juta, dari sebelumnya seharga Rp 16 juta. Sedangkan sapi ukuran besar sebelumnya Rp 20 juta naik menjadi Rp 23 juta. Peternak penggemukan sapi rata-rata membeli sapi bakalan seharga Rp 10-15 juta.
Sedangkan biaya penggemukan selama empat bulan sebesar Rp 6 juta. Mereka menggunakan bibit sapi peranakan brahma, limusin, dan santa. Sedangkan harga jual sapi potong sekitar Rp 17-20 juta, tergantung bobot sapi dan kesehatannya.
Hasan berharap penjualan sapi akan membaik saat Idul Adha ketika kebutuhan hewan kurban meningkat. Sejumlah jagal menawar dengan harga rendah, sedangkan peternak membeli bibit dengan harga tinggi. "Kami rugi dan tak mampu membeli bibit sapi lagi."
Populasi sapi di kawasan sentra tempe ini mencapai 1.000 ekor lebih. Sebagian besar peternak hanya merawat sapi titipan jagal. Peternak menggemukkan sapi selama lima bulan hingga siap potong.
Sejak Agustus Himpunan Pengusaha Muslim Indonesia (HIPMI) Malang seksi jagal menaikkan harga daging sapi sebesar Rp 2.000 per kilogram. Harga daging sapi ditetapkan seharga Rp 93 ribu per kilogram dari sebelumnya Rp 91 ribu. "Harga daging sapi dinaikkan karena harga sapi terus melonjak," kata Ketua HIPMI seksi jagal, Abu Hasan.
HIPMI seksi jagal mengeluarkan surat untuk diedarkan ke pembeli daging dari jagal termasuk para pedagang daging sapi di pasar tradisional. Kenaikan harga, kata dia, dipicu kenaikan harga jual di tingkat pengecer ke konsumen menjadi Rp 100 ribu per kilogram.
EKO WIDIANTO