TEMPO.CO, Palembang - Gubernur Sulawesi Selatan Alex Noerdin berujar enteng mengomentari mogok dagang para pedagang daging sapi di sejumlah daerah. Pedagang daging di pasar tradisional menghentikan sementara usaha mereka lantaran harga jualnya sudah jauh di atas normal. "Kurangi konsumsi dengan beralih ke tahu tempe," kata Alex, Senin, 10 Agustus 2015.
Cara ini, kata Alex, dipastikan akan menekan harga daging di pasaran. Saat ini harga daging sapi di Pasar Pal Lima, Sekip, Lemabang, Kuto, pada kisaran Rp 120-130 ribu per kilogram. Harga tersebut ia nilai tidak masuk akal mengingat hari besar keagamaan sudah jauh berlalu.
Selain meminta masyarakat beralih memakan tahu dan tempe, pemerintah provinsi juga akan melakukan pengecekan jalur distribusi serta tingkat pasokannya. "Kami juga akan pantau kenapa bisa naik tinggi seperti ini," ujar Alex.
Ia menjelaskan beberapa waktu yang lalu dinas terkait sudah berupaya menekan harga melalui operasi pasar. Namun upaya tersebut belum berhasil menormalkan harga daging. Buktinya harga daging bisa tembus Rp 130 ribu. Padahal awal bulan puasa lalu, harganya masih di bawah Rp 100 ribu. "Jadi wajar ada aksi mogok."
Iwan, pedagang di Pasar Cinde, mengakui mogok jualan merupakan salah satu bentuk protes mereka kepada pemerintah karena tidak mampu menjaga stok dan menstabilkan harga jual. Ia belum dapat memastikan waktu kembali membuka lapaknya. Menurutnya percuma menjalankan aktivitas dagangnya jika harga tetap tinggi. "Harga tinggi kami jadi sering di omelin ibu-ibu pembeli," kata Iwan.
Sejumlah pedagang daging di beberapa daerah menggelar aksi mogok berjualan. Aksi mereka sebagai bentuk protes pada pemerintah karena tidak mengendalikan harga daging sapi.
Impor sapi pada kuartal III ini menurun dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada kuartal II tahun ini, periode April hingga Juni, pemerintah mengizinkan 250 ribu ekor sapi bakalan, 29 ribu sapi potong, dan 1.000 ton secondary cut. Sedangkan untuk kuartal I Januari hingga Maret 2015, izin impornya sebanyak 75 ribu ekor.
Terus menurunnya kuota impor sapi memang disengaja pemerintah agar peternak sapi lokal bisa mengembangkan industri dalam negeri. Namun, akibat dikuranginya impor tersebut keberadaan sapi di pasar semakin langka. Akibatnya, sejumlah pedagang sapi di Bandung dan Jakarta mogok karena harga jual daging yang tinggi.
PARLIZA HENDRAWAN