TEMPO.CO, Maros - Musim kemarau berkepanjangan membuat para petani tambak lebih fokus pada produksi hasil tambak ikan bandeng. Mereka meninggalkan tambak udang windu atau vaname.
Nasrullah, petambak yang memiliki tambak di Kecamatan Bontoa, Desa Ampekale, Dusun Lalatedong, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, menuturkan musim kemarau saat ini sangat berpengaruh bagi tambak. "Aliran sungai tidak normal sehingga kadar garam di area tambak tidak normal," ujarnya, Senin, 10 Agustus 2015.
Menurut pengalamannya selama lima tahun ini, saat menghadapi kemarau panjang seperti ini, ia memilih fokus tambak ikan bandeng. Dengan kadar garam tinggi, bandeng lebih memberi harapan untuk bisa dipanen.
Ia mengaku masih lebih beruntung dibandingkan petambak lain karena lokasi tambaknya dekat dengan sumber air aliran sungai. “Yang kasihan itu tambak yang jauh dari sumber air atau tidak sama sekali memiliki sumur bor," ujarnya.
Ada beberapa tambak di wilayah Dusun Lalatedong tersebut terpaksa mengeringkan kolamnya dan hanya dipakai untuk memproduksi garam. Karena tak mampu lagi diisi kebutuhan air, baik dari sungai maupun sumur bor.
Sebanyak 20 dari 50 hektare lahan tambak Nasrullah, saat ini, diisi dengan ikan bandeng. Ia berharap pada Oktober dan Desember bisa panen 30-40 persen dari ribuan ikan bandeng yang mengisi tambaknya. Bandeng usia 5-8 bulan ditaksir seharga Rp 2-3 ribu per ekor.
Muhammad Tamrin, petani tambak asal Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep, mengatakan percuma mengisi tambak dengan udang windu atau jenis vaname dengan kondisi kekeringan seperti ini. "Kerugian itu misalnya pembelian pakan dan juga pembelian bahan bakar untuk pompa air. Adapun biasanya udang kerap mati karena mengalami kepanasan dengan kondisi air sungai yang tak normal," kata dia.
Tamrin juga memilih mengisi puluhan hektare tambaknya dengan ikan bandeng.
BADAUNI A.P.