TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Richard Josh Lino menantang 18 kementerian dan lembaga yang terlibat dwelling time (waktu tunggu kontainer di pelabuhan) untuk memangkas perizinan, khususnya perizinan pre-custom yang menyumbang durasi terlama dalam proses keseluruhan dwelling time.
"Kan, pada umumnya, barang sudah datang, izin belum selesai," ucap Lino di Jakarta, Kamis, 6 Agustus 2015. Lino mengatakan 3,7 hari pre-custom terjadi karena pengurusan izin barang yang seharusnya sudah ada ketika barang baru saja tiba di pelabuhan.
Menurut dia, pemerintah cukup memastikan pengurusan perizinan selesai sebelum barang tiba. Maka, otomatis durasi dwelling time secara keseluruhan yang mayoritas disumbang tahap pre-custom akan terpangkas dan akan diikuti efisiensi di tahap selanjutnya.
Lino mencontohkan, pengusaha diwajibkan memasukkan manifestasi online sebelum barang meninggalkan pelabuhan di luar negeri. "Jadi tidak perlu banyak perubahan peraturan," ujarnya.
Namun Lino menuturkan tak sedikit pengusaha yang sengaja menaruh barangnya di pelabuhan dengan waktu yang lama. Padahal dia sudah memberi penalti dan tarif yang mahal jika menitipkan barang di gudang pelabuhan dalam jangka waktu lama.
"Kalau begitu, biarkan saja, yang penting pemerintah atur sesuatu yang tak bisa di-manage pengusaha saja," tuturnya.
Pun, jika masih ingin menertibkan pengusaha yang gemar menitipkan barang di gudang pelabuhan, pemerintah bisa melakukan penyitaan barang. Lino menjelaskan, dalam perundang-undangan Bea-Cukai, ada pasal yang mengatur peti kemas akan dijadikan milik negara jika 30 hari tak kunjung diambil pemiliknya.
"Bakar saja, biar pada kapok overstay," kara Lino. Tapi, menurut dia, hal tersebut tak pernah terjadi, sebab tak ada anggarannya.
Rata-rata waktu proses dwelling time 4,7-5,3 hari, jauh tertinggal dibanding Singapura yang bisa hanya 1-2 hari. Hal inilah yang membuat Presiden Joko Widodo pada bulan lalu geram. Menurut dia, lambatnya dwelling time berpengaruh buruk pada perekonomian dan citra negara kemaritiman Indonesia.
Buntutnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya menemukan indikasi adanya tindak korupsi dan menggeledah ruang Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Kepolisian menyita uang senilai US$ 42 ribu (Rp 565,5 juta) dan Sin$ 4.000 (Rp 39,4 juta).
Kepolisian juga sudah menetapkan lima tersangka, yaitu Kepala Subdirektorat Barang Modal Bukan Baru Kementerian Perdagangan Imam Aryanta; pegawai harian lepas, Musafa; perantara N; pengusaha L; dan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan.
ANDI RUSLI