TEMPO.CO , Jakarta: Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan kekecewaannya terhadap Kementerian Perdagangan yang telah menerbitkan izin impor garam. Menurut Susi, per Juni 2015 ini Kementerian yang digawangi oleh Rachmat Gobel itu telah menerbitkan kuota impor sebanyak 1,5 juta ton garam."Kementerian Kelautan seperti tak dianggap," ujar Susi kepada Tempo saat ditemui di ruang kerjanya.
Susi merasa tak dihargai karena rekomendasi untuk memperketat impor satu pintu tak diindahkan. "Impor boleh tapi harus satu pintu lewat yakni PT Garam dan asosiasi petani garam." .
Susi berharap agar Kementerian Perdagangan menahan izin impor sampai masa audit impor garam selesai dan panen petani terserap dengan baik. "Saya minta dihold dulu sampai audit selesai dan garam petani diserap," katanya.
Dibukanya keran impor oleh Kementerian Perdagangan ini juga menjadi batu sandungan Susi. Rencana dia untuk mencapai swasembada garam 2017 bisa jadi semakin molor. Dia berharap agar Kementerian terkait dapat kembali membicarakan masalah pengetatan impor garam. "Pemerintah perlu duduk bersama bisa bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan dan supaya petani kita dapat bergairah," ujar Susi.
Dengan begitu, langkah impor satu pintu ini pun dinilai Susi sebagai direkomendasi yang tepat. Masuknya garam industri ke pasar konsumsi menyebabkan harga jual garam lokal anjlok.
Saat ini, kata Susi, harga garam petani lokal hanya berkisar antara Rp 300 hingga Rp 350 per kilogram. "Importir menyerap garam lokal dengan harga murah dan dijual ke pasar jauh lebih tinggi Rp 1.250 sampai Rp 1.500 per kilogram. Ini jelas merugikan petani dan banyak orang."
Harga jual garam petani yang rendah ini, kata Susi, hanya akan membuat petani semakin tertekan dan gulung tikar. "Ini membuat petani kita jadi tidak bergairah. Kalau begini bagaimana bisa kita swasembada," ucapnya.
DEVY ERNIS