TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Perkebunan Jawa Barat mulai menyusun draft awal perumusan bahan kebijakan penetapan dan pengawasan tata guna lahan tembakau bersama 16 kabupaten/kota di kawasan itu.
Kepala Dinas Perkebunan Jabar Arief Santosa mengatakan pembahasan dilakukan karena kondisi eksisiting lahan tembakau saat ini terjadi peningkatan namun berbanding terbalik dengan kebijakan yang membatasi penambahan areal tembakau.
“Oleh karena itu perlu adanya peraturan yang mengatur mengenai penetapan dan pengawasan tata guna lahan tembakau,” katanya di Bandung, Selasa (4 Agustus 2015).
Menurutnya, dari pembahasan awal lahan tembakau di Jabar hampir tidak mengalami alih fungsi menjadi penggunaan lahan yang lain, sehingga dari sisi lahan tembakau tidak mengalami masalah.
Dia menjelaskan yang terjadi justru adanya lahan tembakau yang tidak permanen yang merupakan konversi dari budidaya lain menjadi budi daya tembakau.
“Sehingga lahan tembakau menjadi bertambah pada musim tersebut,” paparnya.
Pihaknya menekankan ke depan pengembangan perkebunan terutama tembakau harus berdasarkan pada rencana tata ruang dan wilayah (RTRW).
Hal ini menjadi penting karena produksi tembakau sangat menjanjikan dengan luas lahan mencapai 8.670 hektare (ha) di 2010 dengan produksi 7.498 ton, meningkat 30,40 % dari tahun 2006 yang hanya 5.748 ha.
Sementara produktivitasnya sendiri adalah 0,865 ton/ha. Selain itu dengan tumbuh pesatnya industri rokok yang menyumbang tenaga kerja 15.000 orang di luar kegiatan penunjang lainnya menjadikan tembakau menjadi komoditas yang menjanjikan.
Rencananya bahan perumusan ini akan menjadi masukan bagi pembentukan peraturan daerah tentang penetapan dan pengawasan tata guna lahan tanaman tembakau. Di mana rencana di dalam perda tersebut akan mengatur penguasaan.
“Penggunaan dan pemanfaatan lahan untuk tanaman tembakau sesuai dengan RTRW,” katanya.