TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang kenaikan tarif impor tidak terlalu berpengaruh pada daya beli masyarakat lokal.
"Kalangan menengah ke bawah mengonsumsi produk lokal. Untuk masyarakat atas daya beli mereka cukup kuat dan sudah loyal dengan merek-merek tertentu sehingga kalau ada kenaikan harga mereka tetap beli," katanya kepada Bisnis, Sabtu, 25 Juli 2015.
Namun, dia mengingatkan pemerintah dan pelaku usaha tak boleh lupa untuk meningkatkan kualitas produk dalam negeri. Pasalnya, konsumen kelas atas dan ekspatriat bisa saja beralih ke produk lokal, asal kualitasnya bagus.
"Kualitas produk kita sebenarnya sudah setara dengan barang impor. Pebisnis lokal tinggal mengejar pembentukan image dan branding saja agar terlihat lebih bergengsi," papar Tulus.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Donny P. Joewono mengatakan meningkatnya bea masuk impor barang konsumsi tidak akan berpengaruh pada daya beli masyarakat.
"Kalau barang-barang impor itu kan konsumen utamanya kalangan atas dan ekspatriat. Saya pikir mereka tetap akan mengonsumsi barang impor meski harganya nanti akan naik," paparnya.
Dia menuturkan kebijakan pemerintah menaikkan tarif impor barang konsumsi akan berdampak positif bagi neraca perdagangan.
Keputusan menaikkan tarif impor tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK Nomor 213/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.
Beleid yang berlaku mulai Kamis, 23 Juli 2015, tersebut memaparkan setidaknya 18 jenis produk makanan dan minuman mengalami kenaikan tarif impor. Sebagai contoh, bea masuk produk hilir kopi, teh, pasta, dan roti kering naik dari 5 persen menjadi 20 persen.
Tarif impor minuman fermentasi dan vermouth melonjak dari Rp 55.000 per liter menjadi 90 persen dari total harga. Adapun, kenaikan tertinggi dialami oleh produk etil alkohol menjadi 150 persen dari sebelumnya hanya 30 persen.