TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ingin mendorong sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) ikut ambil bagian di pasar modal. Upaya ini merupakan cara OJK untuk mendorong perekonomian dalam negeri di tengah lesunya pasar global.
Anggota Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan dengan masuknya UKM, pendanaan di pasar modal akan menjadi lebih variatif. "Kami akan kaji lebih dalam lagi tentang ini dan meminta masukan juga ke pelaku pasar, terutama industri," kata Nurhaida di Kantor OJK, Jakarta, Jumat, 24 Juli 2015.
Ia menambahkan, pengembangan UKM menjadi perusahaan terbuka (go public) memerlukan aturan tersendiri. Perlu ada lantai ketiga khusus untuk UKM.
Menurut Nurhaida, UKM merupakan unit usaha yang berbentuk persekutuan komanditer (CV), dana dan aset kalah jauh dari jenis perusahaan terbatas. Untuk itu, tidak mungkin jika UKM ikut bergabung dalam pasar reguler. "Peminatnya tidak akan banyak dan perlu ada market maker."
Selain mendorong UKM, OJK juga ingin lebih banyak lagi badan usaha milik negara menjadi perusahaan terbuka. Saat ini baru ada 20 BUMN yang sudah go public. "Setidaknya kami berharap anak perusahaan BUMN bisa turun ke bursa efek," ucap Nurhaida.
Mendorong BUMN dan UKM terjun ke Bursa Efek Indonesia merupakan dua dari 15 kebijakan OJK di pasar modal yang bertujuan menstimulus perekonomian dalam negeri. Kebijakan lainnya ialah mengenai pengembangan infrastruktur pasar repurchase agreement (Repo) yang mencakup pengembangan produk dan layanan settlement transaksi Repo.
OJK mengeluarkan 35 kebijakan yang bertujuan merangsang roda ekonomi dalam negeri agar tidak terkena dampak yang besar dari melemahnya ekonomi global. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad menginginkan industri keuangan mengambil peran utama di tengah lesunya ekonomi global.
"Kami ingin menjaga pertumbuhan kredit bank, pasar modal, dan industri keuangan non bank agar bisa tumbuh sesuai target," kata Muliaman. Dengan adanya kebijakan tersebut, salah satunya kebijakan mengenai Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR), ia berharap ruang pembiayaan di sektor perbankan bisa lebih luas.
Menurut Muliaman, 35 kebijakan tersebut tidak semuanya baru. Sebagian diantaranya merupakan kebijakan lama dan hanya penegasan saja. Tujuan utamanya ialah untuk membantu pemulihan ekonomi. "Kami ingin sektor keuangan bisa lebih kuat dan industri keuangan bisa kasih akses ke masyarakat luas."
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengataka di sektor perbankan dari 12 ada delapan kebijakan baru. Salah satunya ialah mengenai penurunan bobot resiko kredit beragun rumah tinggal non pemerintah yang ditetapkan sebesar 35 persen.
Selain itu juga ada penurunan bobot resiko kredit usaha rakyat yang dijamin Jamkrida yang dapat dikenakan bobot resiko sebesar 50 persen. Lalu tagihan atau kredit yang dijamin pemerintah dikenakan bobot risiko nol persen dalam perhitungan ATMR. "Sektor UKM termasuk yang kuat saat ekonomi lesu," ucap Nelson.
ADITYA BUDIMAN