TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan 35 kebijakan untuk mendorong perekonomian. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengatakan kebijakan tersebut hadir agar industri keuangan mengambil peran utama di tengah lesunya ekonomi global. Ke-35 kebijakan itu terdiri dari 12 kebijakan di sektor perbankan, 15 kebijakan di pasar modal, empat di industri keuangan non bank, dan empat lainnya di bidang edukasi dan perlindungan konsumen.
Menurut Muliaman, tidak semua kebijakan bersifat baru. Sebagian diantaranya sudah berjalan dan merupakan penegasan saja. Dari kebijakan itu, lanjut dia, OJK ingin menjaga pertumbuhan kredit bank, pasar modal, dan industri keuangan non bank agar bisa tumbuh sesuai target. "Kami industri keuangan lebih kontributif tapi di sisi lain tidak mengorbankan unsur kehati-hatian juga," kata dia di kantor OJK, Jakarta, Jumat, 24 Juli 2015.
Muliaman menjelaskan demi mendongkrak ekonomi dalam negeri yang sedang melemah, otoritas berupaya untuk memberi perhatian ke sektor usaha kecil menengah. Berkaca kepada gelombang krisis sebelumnya, UKM terbilang kuat ketika diterpa badai pelemahan ekonomi global.
Di tengah melemahnya ekonomi global saat ini, lanjut dia, Indonesia tidak bisa mengandalkan sepenuhnya kepada negara lain. "Kami coba perkuat ekonomi di dalam negeri saja. Kami ingin melawan siklus (krisis) dengan pemulihan di dalam negeri," kata dia.
Lebih lanjut, salah satu yang menjadi sorotan dari 35 kebijakan OJK itu ialah di sektor perbankan. Dari hasil laporan rencana bisnis bank yang sudah diterima otoritas, terlihat ada penurunan pertumbuhan kredit. Menurut Muliaman, bank yang berada di kelompok buku IV mengalami penurunan pembiayaan sebesar 1,4 persen.
Walhasil, dalam rencana bisnis bank target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun pun mengalami koreksi menjadi di kisaran 13-15 persen. Kendati mengalami penurunan, Muliaman optimistis dengan adanya kebijakan dari OJK perbankan bisa tetap menyalurkan pembiayaan.
Kebijakan di sektor perbankan yang menjadi perhatian ialah beberapa diantaranya ialah tagihan atau kredit yang dijamin pemerintah dikenakan bobot risiko nol persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) untuk resiko kredit. Lalu penurunan bobot resiko kredit usaha rakyat yang dijamin Jamkrida yang dapat dikenakan bobot resiko sebesar 50 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan stimulus ini tidak akan berlangsung lama. Ia menyebutkan akan berjalan selama dua tahun. Di sektor perbankan sendiri ada delapan kebijkan yang terbilang baru.
Sementara itu di sektor pasar modal, Anggota Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan kebijakan yang ingin diterapkan ialah mendorong UKM ikut ambil bagian di pasar keuangan. Dengan masuknya UKM, pendanaan di pasar modal akan menjadi lebih variatif.
Nantinya, lanjut Nurhaida, pengembangan UKM di lantai bursa akan diatur dalam peraturan sendiri. Pasalnya, UMK merupakan unit usaha yang berbentuk persekutuan komanditer (CV) di mana dari sisi dana dan aset kalah jauh dari jenis perusahaan terbatas. "Kehadirannya di lantai bursa perlu membuat papan ketiga, atau khusus untuk UKM," ucapnya.
Selain mendorong UKM, OJK juga ingin lebih banyak lagi Badan Usaha Milik Negara menjadi perusahaan terbuka. Saat ini baru ada 20 BUMN yang sudah go publik. "Setidaknya kami berharap anak perusahaan BUMN bisa turun ke bursa efek," kata Nurhaida.
ADITYA BUDIMAN