TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro optimistis kondisi perekonomian Indonesia tak akan mencapai resesi seperti pada 1998.
Ia mengatakan saat ini pemerintah telah memberi stimulasi agar ekonomi tetap tumbuh. “Belanja sudah di atas 40 persen, banyak yang sudah kami lakukan,” kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 23 Juli 2015.
Pada semester II 2015, Bambang meyakini pemerintah akan mempercepat belanja dan meningkatkan investasi yang masuk ke Indonesia. Hingga akhir tahun, anggaran yang terserap akan mencapai 96 persen.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara juga meyakini hal serupa. Ia mengatakan kondisi saat ini berbeda dengan 1998.
Pada 1998, menurut Mirza, memang sedang terjadi krisis di Asia. Thailand, Korea Selatan, dan Malaysia tengah mengalami krisis, yang kemudian menjalar ke Indonesia. “Tahun '98 itu kan ada krisis politik, tak ada data utang luar negeri, dan perbankan dikelola pengusaha yang tak prudent,” kata Mirza.
Saat ini, Mirza menambahkan, meskipun kondisi ekonomi memang tengah melambat, defisit transaksi berjalan Indonesia sudah dapat diturunkan di bawah 3 persen. Defisit transaksi berjalan Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 1,85 persen, dan pada kuartal II 2,3 persen. Mirza optimis hingga akhir tahun defisit bisa dipertahankan di angka 2,5 persen atau di bawahnya.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan Indonesia memang harus mewaspadai kondisi eksternal. Salah satunya, kemungkinan naiknya suku bunga The Fed.
Sedangkan kondisi pasar Cina, Agus menambahkan, tak memberikan dampak cukup besar untuk Indonesia. Namun Indonesia tetap harus mengantisipasi karena kondisi pasar modal Cina akan mempengaruhi kepercayaan terhadap negara yang berhubungan dengan Cina.
Agus juga optimistis ekonomi Indonesia pada semester II akan membaik. “Indonesia akan tetap tumbuh 5–5,4 persen tapi pada kisaran bawah,” katanya.
TRI ARTINING PUTRI