TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan Iran berpotensi menjadi pasar ekspor bagi Indonesia. Pasca kesepakatan baru di bidang nuklir dengan Amerika Serikat, lanjut dia, ekonomi Iran diprediksi akan menggeliat. "Selesainya masalah nuklir ini bisa jadi kesempatan buat ekspor Indonesia," kata Sofyan di Jakarta, Rabu, 22 Juli 2015.
Ia menyebut pada 2011-2012, nilai ekspor Indonesia ke Iran sempat mencapai angka US$ 2 miliar. Namun memasuki awal 2015 nilai ekspor merosot menjadi US$ 400 juta. Sejauh ini, lanjut Sofyan, pemerintah sedang berupaya mengaktifkan kembali kerja sama dengan Iran. Bukan tidak mungkin, ke depan, Iran bisa menjadi negera tujuan ekspor Indonesia di luar negara-negara tradisional seperti di Amerika Serikat, Cina, atau Jepang.
Belum lama ini Amerika Serikat bersama lima negara lainnya memperbarui kesepakatan tentang program nuklir Iran. Embargo ekonomi yang selama ini dirasakan oleh Iran bakal dicabut. Banyak kalangan yang memprediksi jika embargo dicabut, minyak mentah yang diproduksi Iran bakal membanjiri pasar global. Dampaknya, harga minyak pun makin merosot.
Saat ini harga minyak mentah dunia ada di angka US$ 50,36 per barel atau menguat 0,42 persen. Sementara harga minyak mentah brent sebesar US$ 57,04, naik 0,68 persen.
Sofyan menilai prediksi bertambahnya pasokan minyak dunia sebagai dampak dari dicabutnya embargo Iran mempunyai keuntungan sekaligus kerugian bagi Indonesia. Ia mengatakan dengan makin banyaknya pasokan besar kemungkinan harga minyak akan menjadi murah. "Efeknya bahan bakar minyak bisa murah. Beban masyarakat bisa ringan," kata dia.
Namun di sisi lain, Sofyan berkata, harga minyak yang murah juga akan menekan ekspor minyak Indonesia. Pendapatan negara pun berpotensi menjadi berkurang.
Kendati demikian, ihwal penentuan harga BBM pemerintah sudah mempunyai mekanisme. Sofyan menyatakan setiap bulan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan evaluasi seputar harga minyak. "Sampai sekarang belum ada rencana penyesuaian harga," ucapnya.
Juru bicara Pertamina Wianda Pusponegoro menyatakan kendati ada tren penurunan harga minyak dunia, Pertamina tidak akan mengubah target lifting. Pasalnya, produksi minyak nasional selama ini belum mencapai target yang ditetapkan. "Soal harga belum ada perubahan. Saat ini kami sedang fokus ke peluncuran Pertalite dulu," katanya.
ADITYA BUDIMAN