TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2015 surplus sebesar US$ 477 juta. Sedangkan rapor semester I Januari-Juni 2015 dicatat surplus sebesar US$ 4,35 miliar.
"Sisi impor masih lemah. Karena itu, neraca perdagangan masih surplus," kata Kepala BPS Suryamin di kantornya, Rabu, 15 Juli 2015.
Rapor semester I 2015 tersebut lebih baik ketimbang paruh pertama 2014 dengan defisit sebesar US$ 288,3 juta. Secara tren bulanan, surplus bulan Juni ini lebih rendah dibandingkan Mei 2015 sebesar US$ 950 juta. Dan secara year-on-year neraca perdagangan bulan Juni 2015 turun 12,78 persen dibandingkan Juni 2014.
Komposisi neraca perdagangan terdiri atas ekspor Juni 2015 mencapai US$ 13,44 miliar. Sedangkan impor Juni 2015 US$ 12,96 miliar. "Ekspor-impor masing-masing mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu," ujar Suryamin. Secara year-on-year, ekspor turun 12,78 persen dan impor turun 17,42 persen.
Suryamin menambahkan, harga komoditas yang tak stabil masih menyebabkan nilai ekspor tergerus ketimbang tahun lalu. "Dari 22 komoditas, baru 8 komoditas yang harganya sedikit pulih."
Sedangkan dari sisi impor, meskipun belanja negara belum optimal, Suryamin mengatakan konsumsi migas, termasuk BBM, menjadi momok satu-satunya dalam neraca impor dengan minus US$ 3,1 miliar. "Kalau transportasi umum sudah bagus, angka impor migas pasti turun," tuturnya.
Di luar perdagangan migas, Amerika Serikat menjadi rekanan terbesar ekspor dengan total transaksi US$ 7,83 miliar. Jepang dan Cina menyusul dengan transaksi US$ 6,72 miliar dan US$ 6,65 miliar.
Adapun Cina, Jepang, dan Singapura menjadi rekanan impor tersebut. Ketiga negara tersebut masing-masing menyuplai kebutuhan negara sebesar US$ 14,71 miliar, US$ 7,18 miliar, dan US$ 4,21 miliar.
ANDI RUSLI