TEMPO.CO , Jakarta - Badan Pengawasan Obat dan Makanan menemukan 4.709 pangan yang tidak memenuhi ketentuan dengan nilai mencapai Rp 28,3 miliar. Temuan pangan bermasalah tersebut merupakan hasil intensifikasi pengawasan yang dilakukan rutin setiap jelang lebaran di seluruh wilayah Indonesia.
"Hasil temuan ini yang paling banyak adalah pangan tanpa izin edar," kata Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Roy Sparringa, di kantornya, Senin, 13 Juli 2015.
Dari temuan tersebut, Roy merincikan, sebanyak 75,5 persen pangan tidak memiliki izin edar dengan nilai Rp 21,4 miliar. Sedangkan untuk pangan kedarluarsa jumlahnya mencapai 19,1 persen dengan nilai Rp 5,4 miliar, dan pangan rusak senilai Rp 1,5 miliar atau sekitar 5,4 persen.
Jenis pangan tanpa izin impor terbanyak adalah coklat, makanan pendamping air susu ibu, dan bumbu masakan. Mayoritas panganan tersebut berasal dari Korea. "Jelas ini membahayakan. Apa lagi ada makanan untuk bayi yang tergolong rentan," ujar Roy.
Selain pangan ilegal, BPOM juga menyasar produk kosmetik dan obat tradisional ilegal yang mengandung bahan berbahaya. BPOM menemukan 76.204 kemasan kosmetik yang tidak terdaftar, mengandung bahan berbahaya, dan kemasan rusak atau kedarluarsa senilai lebih dari Rp 2 miliar. Adapun produk obat tradisional, ditemukan 26.584 kemasan yang tidak terdaftar dan rusak atau kedarluarsa. "Paling banyak ditemukan di Bandung, Batam, dan Medan," ujar Roy.
Semua hasil temuan tersebut sudah disita dan ditempatkan di gudang BPOM. Roy menjelaskan pihaknya akan melakukan kerjasama dengan Bareskrim terkait pengawasan peredaran pangan dan obat-obatan illegal dan berbahaya. Ia juga meminta agar masyarakat lebih hati-hati dalam membeli obat dan makanan. "Perhatikan kemasan, izin edar, dan tanggal kadaluarsa," kata Roy.
DEVY ERNIS