TEMPO.CO, Jakarta - Angka penjualan hunian vertikal di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) terus mengalami pelemahan pada kuartal II/2015 dibandingkan dengan kuartal I/2015, seiring kondisi perekonomian tanah air yang belum stabil.
Head of Research and Advisory Cushman & Wakefield indonesia Arief Rahardjo menuturkan sampai akhir 2014, tingkat penjualan apartemen dari gedung yang sudah jadi pertumbuhannya selalu positif. Namun, pada triwulan pertama dan kedua 2015, baik aktivitas penjualan maupun pra penjualan mengalami tren menurun.
Menurutnya banyak calon konsumen yang memilih menunda pembelian karena masih menunggu perbaikan ekonomi secara umum. Sikap pasar yang cenderung wait and see akhirnya membuat mayoritas developer menunda peluncuran proyek baru.
“Penurunan penjualan dan peluncuran produk secara signifikan terjadi pada segmen menengah maupun atas,” tuturnya dalam acara Jakarta Property Market Overview 2Q2015, Rabu (8 Juli 2015).
Berdasarkan hasil risetnya, Cushman & Wakefield indonesia melaporkan pada semester pertama 2015, total pasokan kumulatif apartemen yang sudah dibangun di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) mencapai 149.191 unit. Menyusul selesainya 20 proyek sepanjang April hingga Juni, jumlah ini naik 0,7 persen per triwulan dan 17,5 persen per tahun.
Berdasarkan lokasi penyebarannya, mayoritas suplai yang sudah terbangun berkonsentrasi di wilayah sekunder Jabodetabek sebesar 74,9% dari total pasokan atau 111.744 unit. Sementara kawasan pusat bisnis (central business district/ CBD) berkontribusi 17,3 persen dan kawasan primer sebanyak 7,8 persen.
“Area CBD mencakup koridor bisnis utama seperti Sudirman, Kuningan, MH Thamrin, Gatot Subroto, dan Satrio. Sedangkan area perumahan primer mencakup Kebayoran Baru, Senayan, Menteng, Pndok Indah, Permata Hijau, dan Kemang yang merepresentasikan wilayah yang diminati keluarga berpenghailan tinggi dan ekspatriat,” tulis riset tersebut.
Sampai akhir Juni 2015, tingkat penjualan apartemen yang sudah dibangun mencapai 97,7 persen atau turun 0,1 persen per kuartal. Persentase okupansi tercatat sebesar 59,9 persen atau turun 3,8 persen dari triwulan sebelumnya.
Pada periode April – Juni 2015 developer meluncurkan 21 proyek baru, sehingga menambah pasokan kondominium sampai dengan 2019 menjadi 186.986 unit.
Suplai apartemen ke depan didominasi oleh proyek untuk segmen menengah sebesar 40,9 persen diikuti kelas menengah – bawah 24,3 persen kemudian kelas menengah yang berkontribusi 36,1%, kelas menengah – atas sebanyak 2,1 persen dan kelas atas 1,7 persen.
“Berdasarkan harga jual pasar kondominium dibagi empat klasfikasi, yakni kelas atas lebih dari Rp30 juta/ m2, menengah – atas Rp20 juta/ m2 hingga Rp30 juta/ m2, menengah Rp 12 juta/ m2 sampai Rp 20 juta/ m2, dan menengah – bawah kurang dari Rp 12 juta/ m2,” paparnya.
Adapun tingkat pra penjualan pasokan apartemen mendatang pada kuartal II/2015 tercatat sebesar 63,7 persen atau turun 0,5 persen dibandingkan kuartal sebelumnya, tetapi naik 0,3 persen per tahun.
Arief pun menjelaskan setali tiga uang dengan nasib apartemen yang dijual, hunian vertikal yang difungsikan untuk penyewaan juga mengalami penurunan dalam hal okupansi.
Apartemen sewa dengan jumlah suplai mencapai 67.637 unit terbagi dalam tiga sub paket, yaitu apartemen khusus sewa, apartemen servis, dan kondominium sewa. Kondominium sewa mendominasi komposisi kategori sebesar 90 persen
Menurut Arief, pelemahan perekonomian tanah air membuat perusahaan membatasi bujet pengeluaran dengan melakukan beragam penghematan. Salah satu yang ditempuh ialah dengan memindahkan ekspatriat ke apartemen dengan harga sewa yang lebih murah.
“Pada kuartal II/2015 terjadi penurunan okupansi apartemen khusus sewa dan apartemen servis, dimana banyak ekspatriat pindah ke hunian dengan ukuran lebih kecil dengan biaya sewanya lebih murah,” terangnya.
Menjawab fenomena tersebut, developer ataupun operator pun menerapkan strategi penyewaan yang lebih fleksibel secara per bulan atau untuk jangka waktu yang lebih pendek.
Strategi selanjutnya, selepas semester pertama 2015 akan banyak apartemen yang mengonversi tarif sewa dalam bentuk dolar AS ke dalam rupiah, sehingga harga bisa menjadi lebih murah.