TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan ada tiga poin kesepakatan dengan pemerintah Jepang. Presiden Joko Widodo menemui utusan khusus Perdana Menteri Jepang Hiroto Izumi.
"Intinya pemerintah Jepang sangat berkomitmen untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur Indonesia," ujar Sofyan di Istana Negara, Jumat, 10 Juli 2015.
Sofyan mengungkapkan pemerintah Jepang siap berpartisipasi membangun listrik 35 ribu MW. Menurut dia, Jepang kemungkinan akan mengambil hingga 12.500 MW ditambah dengan membangun jaringan bawah laut Selat Sunda.
Kedua, pemerintah Jepang siap membantu pemerintah Indonesia dalam bentuk pinjaman yang dapat digunakan segera. Namun, tak disebutkan berapa nilai pinjaman dari Jepang.
Baca juga:
Pastikan Kematian Angeline, Margriet Injak Kaki dan...
Pria Sydney Akhirnya Bongkar Peran Putri Margriet
Ketiga, mereka juga ingin berpartisipasi dalam proyek pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung. "Mereka datang dengan proposal yang cukup teknis, jauh lebih baik daripada proposal-proposal yang kita terima sebelumnya," ujar Sofyan.
Kemudian, Izumi, kata Sofyan, juga mengatakan setelah Indonesia memberikan bebas visa kepada Jepang, akan ada rombongan persahabatan Jakarta-Jepang. "Mereka akan membawa sekitar seribu orang yang terdiri dari berbagai pihak, seperti pemerintah, kalangan dunia usaha, dan turis," kata dia.
Atas semua bantuan Jepang, kata Sofyan, Jokowi mengucapkan terima kasih. Pertemuan ini berlangsung selama 20 menit bertemu, Jokowi ditemani oleh Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, serta Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir.
Investor Jepang sebelumnya telah melakukan studi kelayakan proyek rel kereta api cepat serupa "Shinkansen". Mereka mengusulkan agar pemerintah Indonesia membentuk BUMN khusus operator moda transportasi mutakhir tersebut.
Total investasi yang dibutuhkan untuk proyek ini, dari studi kelayakan Jepang, sebesar Rp 60 triliun. Dari skema yang ditawarkan Jepang, pemerintah juga diminta menanggung investasi sebesar 16 persen, selain BUMN pelaksana kereta api cepat sebesar 74 persen dan swasta 10 persen. Selain Jepang, pemerintah juga masih menunggu penawaran dari Tiongkok untuk bekerja sama mengerjakan proyek ini.
TIKA PRIMANDARI