TEMPO.CO, Jakarta - Kinerja keuangan mayoritas bank raksasa diprediksi akan terkontraksi pada kuartal II/2015. Hal itu dipicu sepinya aktivitas pasar surat utang. Redupnya pasar obligasi dipengaruhi berbagai kekhawatiran pelaku pasar. Di antaranya krisis Yunani dan gejolak saham di Cina, serta ketidakpastian normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat.
Analis mengatakan tingginya kadar ketidakpastian global membuat investor memilih mundur dari pasar bulan lalu untuk menghindari kerugian. "Walaupun banyak berita dan informasi seputar Yunani, hal itu tak juga meningkatkan pasar," kata analis Nomura Steven Chubak, Kamis, 9 Juli 2015
Bank of America Corp merevisi penurunan proyeksi keuntungan dari perdagangan instrumen pasar finansial. Demikian pula para analis Deutsche Bank yang menurunkan estimasi untuk Goldman Sachs Group, yang dipicu pelemahan pada sektor trading.
Lebih lanjut, Chubak dan analis lainnya mengatakan unit perdagangan instrumen pendapatan tetap, mata uang, dan komoditas (FICC) adalah sektor yang paling tertekan. Nomura memprediksi laba terkontraksi 8 persen secara year-on-year untuk bank-bank investasi raksasa yang merajai Wall Street.
JPMorgan Chase & Co akan menjadi bank pertama yang merilis pendapatannya. Analis memandang JPMorgan akan membukukan profit US$ 1,44 per saham atau turun 1,4 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Adapun Goldman Sachs diestimasikan mencatat profit senilai US$ 3,92 per saham, terdepresiasi 4,5 persen dibandingkan kuartal II/2014. Adapun Morgan Stanley, yang porsi perdagangan obligasinya lebih kecil, diekspektasikan menoreh pendapatan 74 sen per saham atau naik 23 persen secara year-on-year.
Di sisi lain, konsensus pendapatan untuk Bank of America dan Citigroup Inc justru meningkat cukup signifikan. Pasalnya, pada kuartal II tahun lalu, keuangan kedua bank itu terkuras untuk menyelesaikan masalah hukum. Namun keuntungan yang diperoleh Bank of Amerika dan Citibank dari pasar modal juga diyakini akan turut melambat.