TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menetapkan kebijakan wajib menggunakan rupiah dalam setiap transaksi di Tanah Air sejak sepekan lalu. Namun kebijakan baru itu tidak ditanggapi positif sebagian pelaku usaha.
Banyak pengusaha yang meminta pengecualian, atau mempertanyakan teknis kebijakan tersebut. "Setiap hari BI menerima puluhan surat dari pelaku usaha," ujar Deputi Gubernur BI Ronald Waas di Jakarta, Senin, 6 Juli 2015.
Ronald mengatakan mayoritas surat tersebut berisi pertanyaan usaha atau industri apa saja yang masih boleh menggunakan mata uang asing.
Menurut Ronald, aturan ini memang tak menutup seratus persen penggunaan valas di dalam negeri. Masih ada toleransi yang bisa menjadi landasan untuk menggunakan mata uang asing.
Ronald mengatakan pihaknya beserta pemerintah sedang merampungkan pembicaraan tentang transaksi apa saja yang diperbolehkan dan tak diperbolehkan menggunakan mata uang nonrupiah. "Masih ada masa penyesuaian," katanya.
Kebijakan yang berjalan sejak 1 Juli lalu ini diharapkan BI dapat mengukuhkan kedaulatan mata uang dalam negeri di negeri sendiri. Menurut data BI, kini 52 persen dari total seluruh transaksi dalam negeri dikuasai oleh dolar Amerika. Selain menjaga kedaulatan rupiah, angka inflasi diharapkan lebih terkendali nantinya lewat kebijakan itu.
ANDI RUSLI