TEMPO.CO, Jakarta - Perubahan mekanisme dan masa pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) dari lima tahun menjadi sepuluh tahun oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat Bali. Soalnya, perubahan ketentuan itu mendadak dan tanpa ada sosialisasi.
Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bali I Tonny Widijo K. mengatakan kebijakan tersebut keluar setelah peserta sengaja menyiasati peraturan sebelumnya, di mana dana JHT itu diambil setiap lima tahun.
"Karena itu, pemerintah mengembalikan fungsi dari program JHT, yakni dana yang ada di dalamnya benar-benar digunakan peserta untuk menopang keperluan hidup ketika memasuki usia pensiun. Strategi itu secara legalitas telah dipayungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang mengatur kesejahteraan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali," katanya.
Menyusul perubahan itu, mekanisme dan masa pencairan JHT yang sebelumnya mengacu pada UU Nomor 3 Tahun 1992 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada UU 40 Tahun 2004 Pasal 37 ayat 1-5 dan peraturan pemerintah, diamanatkan syarat pencairan JHT minimal kepesertaan sepuluh tahun kerja, tidak lagi lima tahun layaknya Jamsostek selama ini.
"Memang banyak masyarakat yang datang menanyakan hal tersebut kepada kami. Namun kami pun baru mendapatkan suratnya pada akhir Juni 2015, sehingga belum sempat mensosialisasikannya kepada masyarakat," ujarnya.