TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan ada pelajaran sederhana yang dapat diambil Indonesia dari krisis ekonomi Yunani. "Namanya fiscal sustainbility," kata Bambang di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis, 2 Juli 2015.
Menurut Bambang, Yunani begitu mudahnya membuat defisit anggaran 8 persen. Dengan begitu, Yunani harus menutupi defisit tersebut melalui utang. Akibatnya, debt to GDP ratio 60-70 persen. Kalau Indonesia sekitar 25 persen.
Negara-negara di Eropa, termasuk Yunani, Bambang menjelaskan, terlalu mudah melakukan pembiayaan dari utang. Kondisi itu membuat pengumpulan dari pajak lemah. "Tidak ada penerimaan dan surat utang negara jatuh. Itu yang terjadi pada kasus Yunani," ujar Bambang.
Kondisi Yunani, menurut Bambang, serupa dengan krisis yang menimpa Indonesia pada 1998 silam. Dari 1990 sampai 1997, Bambang menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7 persen. "Itu yang terbaik dalam sejarah kita," ujar Bambang.
Namun pada 1998, pertumbuhan Indonesia minus 14 persen. Bambang mengatakan krisis terjadi karena Indonesia tidak menjaga stabilitas fiskal. "Jadi fiscal sustainbility yang paling tepat menjaga stabilitas ekonomi," ujarnya
Yunani terancam gagal membayar utang sebesar 1,5 miliar euro kepada Lembaga Moneter Internasional (IMF). Dengan kondisi tersebut, pemerintah Yunani memutuskan menutup bank sentral pada pekan lalu. Yunani pun terancam keluar dari Uni Eropa.
SINGGIH SOARES