TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Nusa Tenggara Barat menolak bantuan kerbau dari Kementerian Pertanian untuk dikembangkan di salah satu kabupaten di provinsi ini. Alasannya, pemerintah daerah khawatir kerbau itu membawa penyakit berbahaya.
"Kerbau kami lebih bagus. Kami tidak ingin ada kerbau luar membawa penyakit. Daerah kami kan bebas penyakit kerbau," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Nusa Tenggara Barat Budi Septiani di Mataram, Minggu, 21 Juni 2015.
Budi memperkirakan bantuan itu terkait dengan adanya usulan dari Kabupaten Sumbawa untuk mendatangkan kerbau dari luar. Sumbawa merupakan sentra kerbau terbanyak di NTB. Namun ketika menerima surat tembusan dari Kementerian Pertanian beberapa waktu lalu, Budi mengaku langsung membuat surat penolakan.
"Pada saat Menteri Pertanian berkunjung beberapa waktu lalu, saya minta dana bantuan untuk kerbau impor itu dikembalikan ke NTB, tapi dengan pendekatan kerbau lokal," ujarnya.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Sumbawa Syafruddin Nur mengusulkan supaya pemerintah tidak hanya fokus pada peningkatan populasi sapi, tapi juga kerbau yang sudah menjadi ikon Sumbawa.
Menurut dia, kerbau adalah ternak asli yang dipelihara masyarakat Sumbawa sejak zaman dahulu dan sudah diekspor ke sejumlah negara. "Kerbau Sumbawa ini jaya terkenal sejak 1940-an. Hasil ternaknya pernah dikirim ke Hong Kong. Itu pertimbangan kami mengembalikan kejayaan masa lalu," katanya beberapa waktu lalu.
Syafruddin mengatakan pemeliharaan kerbau saat ini memang sudah bergeser ke ternak ruminansia jenis sapi. Hal itu disebabkan masyarakat menilai pemeliharaan sapi lebih sederhana, tahan panas, dan sumber pakannya relatif tersedia. Sistem pemeliharaan juga tidak membutuhkan kandang karena dilepas secara liar di alam bebas, sehingga sapi bisa mencari makan sendiri. Pola pemeliharaan itu disebut sistem Lar.
ANTARA