TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik meminta pemerintah untuk mendukung pengembangan industri hilir perikanan nusantara. Ia menilai fokus pemerintah dalam hal ini masih kurang.
“Kita harus berani bergeser dari menajemen perikanan eksploitatif ke inovatif,” kata dia melalui pesan singkat yang diterima Tempo pada Minggu, 21 Juni 2015. Sumber daya alam ikan yang berlimpah tak diikuti dengan unit pengelola yang memadai.
Salah satunya contohnya, ada di daerah Papua dan Maluku. Kedua pulau tersebut memiliki area perairan yang luas, namun hanya tersedia 1.524 Unit Pengolahan Ikan (UPI), atau 3 persen dari total UPI Nasional. Itu pun, beberapa malah lebih tepat disebut gudang penyimpanan ketimbang industri pengolahan dalam arti sesungguhnya.
Riza menilai, perlu ada pembenahan distribusi maupun kualitas UPI yang lebih intensif. Kalau tak diperhatikan, maka kerusakan lingkungan dan minimnya lapangan kerja tak terhindarkan. “Kita perlu dorong hilirisasi, dengan syarat pengaturan negara yang adil, berkelanjutan, dan partisipatif,” kata dia.
Momentum pemberantasan pencurian ikan dan inisiatif RUU Perlindungan Nelayan, sangat tepat bila dibarengi dengan strategi hilirisasi. Bobot pasal-pasal dalam UU Perikanan lebih dari 50 persennya masih berkutat pada kegiatan penangkapan dan eksploitasi.
Mengenai kegiatan hilirisasi atau pengolahan, hanya terkandung kurang dari 17 persennya. Padahal, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang banyak dan memadai.
Ada lebih dari 15 ribu alumni kelautan, yang menurut Riza harus dirangkul pemerintah dalam agenda hilirisasi ini. Potensi ini harus dimanfaatkan untuk menjadikan Indonesia sebagai poros kelautan dan perikanan yang inovatif, adil, dan berkelanjutan.
URSULA FLORENE SONIA