TEMPO.CO, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta sengkarut pembangunan Pasar Turi segera diselesaikan. Setelah terbakar pada 27 Juli 2007, pasar tradisional tertua di Surabaya itu menjadi mati suri. “Pembeli barang-barang grosir yang dulu ke sini jadi lari ke (Pasar) Tanah Abang,” katanya di Surabaya, Rabu, 17 Juni 2015.
Soekarwo khawatir roda perekonomian di Jawa Timur lesu akibat Pasar Turi yang sepi pedagang maupun pengunjung. Padahal, pada masa jayanya, Pasar Turi menjadi pusat grosir terbesar di kawasan Indonesia timur.
Ia menyatakan mengamati ramainya konsumen pasar di kawasan Indonesia timur, seperti di Makassar dan Manado, yang berpindah ke Pasar Tanah Abang, Jakarta. “Artinya, kemampuan pasar ini sebagai penyedia bahan baku di Indonesia timur mulai kualitas bawah hingga yang baik sekarang kalah oleh Tanah Abang," ujarnya.
Pria yang akrab disapa Pakde Karwo itu mendorong Pemerintah Kota Surabaya agar proaktif menyelesaikan permasalahan tersebut. “Ya, kita dorong Bu Wali Kota (Tri Rismaharini) dan dinas terkait.”
Wakil Ketua Bidang Usaha Mikro Kecil Menengah dan Pemberdayaan Daerah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Jawa Timur M. Rizal mengatakan Pasar Turi merupakan barometer perdagangan dan ekonomi. Ia menilai karakteristik pedagang lama mempengaruhi sepi-ramainya suatu pusat perbelanjaan. “Contohnya pedagang kecil-kecil yang lebih suka berjualan di luar. Dengan dibuatkan mal, mungkin merasa jualannya jadi kurang laku,” ujarnya.
Rizal menyatakan maklum jika kemudian beberapa pedagang lama Pasar Turi memilih berjualan di pusat perbelanjaan lain. Menurut dia, Pasar Turi sudah terlalu lama vakum. “Rata-rata sehari perputaran uang satu stan bisa Rp 50 juta. Namanya pedagang, butuh makan setiap hari, sehingga sudah pindah ke mana-mana,” ujarnya.
Karena itu, Kadin Jawa Timur, kata Rizal, akan membantu mencarikan solusi bagi Pasar Turi. “Mungkin kita akan membicarakan hal ini dengan Pak Henry (Direktur PT Gala Bumiperkasa Henry J. Gunawan selaku investor). Kita cari tahu akar permasalahannya apa,” ujarnya.
Pedagang mengeluhkan sepinya Pasar Turi menjelang Ramadan dan Lebaran, yang biasanya merupakan masa panen bagi mereka, tahun ini. Mereka berharap pemerintah pusat memerintahkan Pemerintah Kota Surabaya membongkar tempat penampungan sementara di kawasan Pasar Turi agar akses masuk ke pasar itu lebih mudah.
Tapi, di sisi lain, terdapat kelompok pedagang yang memilih bertahan di tempat penampungan. Para pedagang lama masih enggan memasuki Pasar Turi baru karena menganggap bangunan itu belum siap secara fisik dan terkesan dipaksakan untuk ditempati. Progres pembangunan pasar grosir terbesar di Indonesia timur itu kini mencapai 98 persen.
ARTIKA RACHMI FARMITA