TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi bergerak menguat sebesar 21 poin menjadi Rp 13.314, sebelumnya Rp 13.335 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah bergerak mendatar dengan kecenderungan menguat di tengah harapan neraca perdagangan Indonesia akan kembali mencatatkan surplus," kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Senin.
Kendati demikian, menurut dia, penguatan rupiah masih dibatasi sentimen eksternal seperti hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada pekan ini. Hasil FOMC itu dapat dijadikan penentu bagi pelaku pasar untuk menentukan arah investasi ke depan.
Di sisi lain, dia melanjutkan, ketidakpastian permasalahan utang Yunani juga masih membatasi gerak mata uang rupiah terhadap dolar AS. Negosiasi utang Yunani yang belum ada kemajuan akan terus membayangi pasar keuangan global, termasuk di Indonesia.
"Kesepakatan pengucuran dana talangan Yunani masih belum jelas. Apalagi lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) secara tiba-tiba keluar dari rapat negosiasi karena perbedaan pandangan. Kesepakatan yang belum jelas itu akan membuka peluang dolar AS untuk kembali bergerak menguat," ujarnya.
Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, menambahkan, volatilitas mata uang di negara-negara berkembang, termasuk rupiah, masih cenderung tinggi hingga ada kepastian mengenai kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed fund rate).
"Kekhawatiran kenaikan suku bunga AS diperkirakan meningkat menjelang pengumuman hasil rapat FOMC pada pekan ini. Walaupun semakin sedikit investor yang percaya The Fed akan menaikkan suku bunga, kejutan bisa saja terjadi," tuturnya.
ANTARA