TEMPO.CO, Jakarta - Operator dan pengelola terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok tidak ingin kecolongan lagi seusai kejadian hilangnya kontainer impor saat overbrengen.
Overbrengen adalah pemindahan lokasi penumpukan peti kemas dari terminal asal ke tempat penimbunan sementara (TPS).
Salah satu langkah antisipasi yang ditempuh operator dan pengelola terminal peti kemas agar kejadian serupa tidak terulang yakni memasang alat pelacak berbasis elektronik (e-seal) pada peti kemas.
Direktur Utama PT Pelabuhan Tanjung Priok--anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia II--Ari Henryanto mengatakan para pengelola terminal peti kemas ekspor-impor di Pelabuhan Priok harus siap jika kebijakan pemasangan alat deteksi pergerakan kontainer itu menjadi tanggung jawab mereka.
"Ya, kita harus siap dong. Apalagi hal itu merupakan komitmen semua pihak untuk lebih meningkatkan ketertiban dan keamanan relokasi barang tersebut," ujarnya kepadaBisnis.com, Ahad, 14 Juni 2015.
Ari mengemukakan kesiapan operator dalam pengamanan setiap pergerakan barang diperlukan sebagai perwujudan komitmen bahwa seluruh proses kegiatan di Pelabuhan Priok selalu terbuka untuk memberikan pelayanan yang lebih baik.
"Harapannya, ini semakin meningkatkan kepercayaan semua pihak, terutama pengguna jasa pelabuhan," tuturnya.
Dia menegaskan, kasus kehilangan kontainer impor saat overbrengen tidak boleh terjadi lagi. Dia berharap semua TPS mematuhi prosedur pengamanan relokasi barang yang sudah ditetapkan Bea dan Cukai Tanjung Priok.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Widijanto mengatakan Bea dan Cukai Tanjung Priok perlu memberikan sanksi tegas terhadap pelaku penyelewengan dalam overbrengen peti kemas impor supaya kasus kehilangan kontainer tidak terulang.
"Semua TPS di Priok harus mengikuti aturan yang saat ini diminta oleh Bea dan Cukai, khususnya mengenai sistem pengamanan overbrengen peti kemas elektronik. Saya kira langkah Bea Cukai sudah benar, tapi harus ada sanksi tegas bagi TPS yang melanggar," ucapnya.