TEMPO.CO, Jakarta - Penerapan aturan baru mengenai ekspor timah pada Permendag Nomor 33/2015 dinilai akan cukup efektif menekan ekspor komoditas tersebut.
Sayangnya, pelaksanaan yang baru berlaku tiga bulan setelah diundangkan memicu para eksportir berlomba-lomba mengekspor timah sebelum jatuh tempo.
Head of Corporate Secretary PT Timah (Persero) Tbk Agung Nugroho Soeratno, mengatakan Permendag tersebut akan mempersulit para eksportir timah dengan penerapan clear and clean (CnC), Sayangnya pelaksanaan peraturan tersebut yang baru berlaku tiga bulan setelah diundangkan.
"Dengan adanya jeda waktu tersebut, justru memicu lonjakan ekspor. Seharusnya pelaksanaannya lebih cepat,” kata Agung.
CEO Refined Bangka Tin Petrus Tjandra menilai, fenomena lonjakan volume ekspor timah selalu terjadi ketika pemerintah mengeluarkan aturan baru mengenai ekspor timah. Dengan adanya jeda waktu sebelum aturan tersebut diterapkan, ada ketidakpastian di tingkat pelaku usaha, karena dinilai akan membuat ekspor semakin ketat.
“Tidak hanya kali ini. Sebelumnya Permendag Nomor 44/2014 juga seperti itu. Ini juga menjadi dilema bagi kementerian. Jika berlaku sejak diundangkan, dibilang tidak ada sosialisasi. Tapi kalau dikasih waktu, ya seperti ini,” kata Petrus.
Pada pelaksanaan Permendag baru tersebut, Petrus menilai, kendati aturannya sudah cukup baik untuk mengatur tata niaga timah, peran pengawasan akan sangat krusial dalam komoditas ekspor ini.
Adapun, terkait harga, Petrus memprediksi bahwa pada dua bulan ke depan, kemungkinan harga jatuh lagi cukup kecil, kendati peluang untuk kembali naik juga tidak besar. Kenaikan harga menurutnya baru akan terjadi satu – dua bulan setelah Permendag tersebut berlaku, yaitu antara September – Oktober.