TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah membantah bahwa kebijakan larangan penjualan tiket pesawat di bandara berpotensi menurunkan pendapatan maskapai penerbangan. Pernyataan itu disampaikan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menanggapi protes dari sejumlah maskapai penerbangan atas kebijakan larangan pembukaan loket di bandara yang dianggap merugikan pihak maskapai.
“Kalau laporan yang kami dapat, sampai April 2015, volume penumpang Garuda naik 11 persen, Citilink naik 30 persen, walaupun nasional turun 9 persen. Artinya, teori penurunan penumpang tidak benar, dong,” katanya, Jumat sore, 12 Juni 2015.
Saat ini, dia melanjutkan, mekanisme pembelian langsung (go show) masih bisa dilakukan, tapi dengan metode yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Jika dulu penumpang bisa leluasa membeli tiket di bandara, kini mereka harus memesan tiket melalui sistem layanan konsumen (costumer service) terlebih dulu agar bisa memperoleh tiket di bandara.
“Intinya, supaya percaloan berkurang, memang kalau habis sama sekali sulit,” ujarnya.
Sebelumnya, Jonan menerbitkan surat edaran pelarangan penjualan tiket di seluruh bandara di Tanah Air. Kebijakan ini mulai berlaku 15 Februari 2015.
Indonesia National Air Carriers Association (INACA) memperkirakan larangan penjualan tiket pesawat di bandara berpotensi mengurangi pendapatan maskapai penerbangan hingga 15 persen, terutama kategori tiket penerbangan berbiaya rendah (low cost carriers).
Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menilai tujuan larangan loket di bandara memang baik, tapi tidak bisa disamaratakan untuk semua bandara. Bagi bandara kecil yang jarang dihuni calo, penghapusan loket bandara bisa mengganggu pelayanan kepada penumpang, terutama yang belum familier dengan sistem daring (online).