BISNIS.COM, Jakarta - Rencana Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia mengembangkan 10 kota baru di seluruh Indonesia terancam tersendat. Pasalnya, program yang diinisiasi sejak 2011 itu terhambat berbagai aturan kronis.
Kendala tersebut antara lain pembebasan lahan, perizinan, hingga aturan Kepala Badan Pertanahan mengenai pembatasan pengembangan maksimal 400 hektare per provinsi dan 4.000 hektare se-Indonesia.
Wakil Sekjen Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Hari Ganie mengungkapkan pengembangan kota baru atau kota mandiri membutuhkan waktu yang sangat lama dan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
“Persiapannya saja membutuhkan waktu 3 hingga 5 tahun untuk menuju ke pemancangan tiang perdana. Belum lagi mendatangkan investor dan proses pembangunannya. Ya, bisa berpuluh-puluh tahun,” katanya saat dihubungi Bisnis, Jumat, 12 Juni 2015.
Menurut dia, birokrasi di Indonesia menjadi penghambat utama didirikannya kota baru. Apalagi dengan revisi beleid Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2015 yang dinilai menyulitkan pengembangan kota baru dengan luas di atas 400 hektare.
Padahal, ujarnya, pengembangan kota baru skala besar diklaim lebih baik daripada skala kecil. Untuk skala besar dikembangkan di atas luasan 500 ha dengan pembangunan infrastruktur yang memadai. “Beda dengan skala kecil yang asal-asalan membangun infrastruktur," ujarnya.
Dia memaparkan beberapa kota baru yang sedang berjalan antara lain Kota Baru Mandalika di Nusa Tenggara Barat seluas 1.000 ha dan Kota Baru di Makassar dengan luas 400 hektare.