TEMPO.CO, Jakarta - Bagi masyarakat di daerah Malang yang gemar menyantap makanan Jepang, nama restoran Saboten Shokudo mungkin sudah tidak asing lagi. Restoran makanan Jepang yang berpusat di Malang, Jawa Timur, ini pertama kali dibuka pada Agustus 2006.
Saboten Shokudo mengusung konsep Fussion Japanese Donburi yakni menu makanan Jepang di dalam mangkok besar dengan lauk teriyaki. Dalam membuat resepnya, Saboten bekerjasama dengan salah satu chef asal negeri Sakura tersebut.
Berpengalaman sekitar sembilan tahun di bidang olahan makanan Jepang, Saboten bisa dibilang sudah punya penggemar setia. Itu sebabnya restoran tersebut mampu bertahan dan bahkan sudah mempunyai tiga cabang di Malang.
Melihat pasar makanan Jepang mulai berkembang, Saboten ingin meluaskan pasarnya ke luar kota Malang. Lokasi yang diincar yakni Jakarta dan sekitarnya. Meski menggunakan merek lokal, Saboten siap diadu dengan franchisor yang berasal dari Jepang.
Peluang waralaba Saboten diumumkan pertama kali dalam acara IFRA (International Franchise Lisence & Business Concept Expo & Conference), akhir Mei lalu, yang langsung mendapat respon positif dari calon investor.
Baca Juga:
“Saat acara IFRA itu ada banyak yang propose dan sekarang sedang kami survei lokasinya,” kata Siti Hajnia, salah satu pemilik sekaligus Manajer Pemasaran Saboten, kepada Bisnis.
Peluang kerja sama yang ditawarkan Saboten terdiri dari dua skema; pertama, full franchise dan kedua, kemitraan dengan nilai investasi Rp340 juta. “Biaya itu di luar sewa tempat, renovasi dan izin usaha,” tambahnya.
Perbedaan antara paket kemitraan dan waralaba tersebut yakni pada konsep bisnisnya. Mitra Saboten yang mengambil franchise dikenai biaya royalty 5% dari omzet per bulan. Pengelolaan bisnis dilakukan sepenuhnya oleh franchisee.
Sementara pada konsep kemitraan, mitra hanya menjadi investor sedangkan operasionalnya dikelola oleh pusat. Adapun keuntungannya akan dibagi 70% untuk investor dan 30% untuk franchisor sampai kondisi BEP.
Nilai investasi Rp340 juta berlaku untuk masa waktu kerja sama lima tahun. Setelah itu, kerja sama dapat diperpanjang dengan biaya franchise fee sebesar Rp75 juta untuk masa waktu lima tahun berikutnya.
Dengan membayar paket investasi awal, mitra akan mendapat outlet yang lengkap dengan perlengkapannya seperti peralatan dapur, peralatan penyajian, meja dan kursi, seragam, hingga dekorasi seperti logo dan lampion.
Selain itu, mitra juga akan mendapat paket bahan baku awal untuk dua minggu pertama. “Kami juga memberikan training karyawan dua minggu sebelum opening dan dua minggu setelah opening,” tuturnya.
Demi menjaga kualitas dan rasa, selama kerja sama masih berlangsung, mitra diwajibkan membeli bahan baku dari pusat seperti saos teriyaki.
Berdasarkan perhitungan Saboten, dengan estimasi penjualan minimal Rp3 juta, mitra dapat balik modal dalam dua tahun dengan estimasi penjualan setiap hari minimal Rp3 juta. Persentase laba yang didapat berkisar 25%.
Penjualan tersebut dikatakannya sudah terbukti ketika membuka cabang di Malang. Apalagi harga menu-menunya, seperti donburi, sushi maupun ramen, juga cukup ramah di kantong yakni berkisar Rp25.000 – Rp40.000. Dengan begitu, kalangan anak SMA dan mahasiswa hingga pekerja kantoran dapat menjadi calon pasar yang empuk.
“Di Malang dengan kapasitas 80 kursi pengunjungnya berkisar 400 orang per hari dari kalangan anak SMA dan mahasiswa. Kalau di Jakarta pasti bisa lebih besar karena daya belinya juga lebih tinggi, saya optimistis target BEP pasti lebih cepat,” tuturnya.