TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Joko Widodo bercita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dalam masa pemerintahannya. Untuk mendorong cita-cita ini, para pemerhati sektor kelautan dan kemaritiman meminta pemerintah untuk membuat Undang-Undang Kemaritiman.
"Supaya jelas, jadi poros maritim itu apa," kata pakar hukum maritim Universitas Indonesia Chandra Motik di Jakarta pada Ahad, 7 Juni 2015. Menurut dia, UU ini diperlukan untuk mempertegas, sekaligus memperkuat sektor maritim Indonesia.
Ia bercerita, draf untuk UU ini sebenarnya pernah disusun pada tahun 1980. Namun, Kementerian Perhubungan pada periode itu mengabaikan draf tersebut. Menurut mereka, arah politik Indonesia saat itu belum untuk maritim. Malah, pada akhirhya yang disahkan adalah UU Pelayaran. Padahal posisinya ada di bawah naungan UU Kemaritiman.
Chandra menilai, periode pemerintahan Joko Widodo ini menjadi saat yang tepat karena menjadikan sektor maritim sebagai salah satu fokusnya. Isi UU pun tak perlu berubah terlalu banyak dari draf yang telah dibuat 30 tahun lalu, karena kondisi maritim Indonesia dinilai tak berubah drastis. "Paling ditambah dari konferensi-konferensi yang baru terjadi belakangan ini," kata dia.
Direktur Eksekutif Maritime Center Romi Gazali mengatakan keberadaan UU ini sangat penting untuk memastikan keamanan negara. Pasalnya, dalam UU tersebut diatur berbagai hal mulai dari navigasi, keamanan, bahkan soal limbah. Tentu pada pelaksanaannya, UU ini akan melibatkan banyak instansi tak hanya Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga Kementerian Lingkungan Hidup, Perhubungan, dan lain-lain.
Baca Juga:
"Jadi, kapal-kapal nasional juga bisa merasa aman saat berlayar," kata dia. Ia mencontohkan, kapal-kapal negara lain yang berani menerobos batas wilayah negara Indonesia karena yakin dilindungi negara asalnya dan akan dibebaskan. Ia berharap pemerintah segera menyusun hukum laut perdata atau kemaritiman, yang mencakup hukum maritim publik, hukum martim sektoral, dan hukum maritim perdata.
URSULA FLORENE SONIA