TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Kurtubi, berpendapat, bahwa upaya Indonesia kembali menjadi anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mustahil bisa terwujud.
"Pemerintah sekarang ingin kembali menjadi anggota OPEC. Ini ibarat mimpi pada siang bolong. Produksi minyak kita sangat rendah. Impornya malah besar," ujar Kurtubi ketika ditemui di Jakarta, Sabtu, 6 Juni 2015.
Menurut dia, apabila pemerintah ingin kembali menjadi anggota OPEC, harus diawali dengan pembenahan sistem tata kelola minyak dan gas yang dia anggap sangat kacau.
Melalui pembenahan tersebut, ucap dia, iklim investasi dapat membaik, termasuk berdampak pada peningkatan penemuan cadangan minyak dan gas, sehingga bisa meningkatkan produksi dalam negeri.
"Kalau mau jadi anggota peninjau, ya, tidak masalah, tapi kita jadi tidak punya hak suara untuk berbicara. Siapa pun bisa kalau cuma jadi peninjau," tutur anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem tersebut.
Dia menjelaskan, ketika masih menjadi anggota OPEC, produksi minyak Indonesia sangat tinggi, bahkan mencapai 1,5 juta barel per hari.
"Tapi sekarang 60 persen kebutuhan minyak kita harus impor. Masyarakat harus tahu itu. Sekarang produksinya turun terus karena salah kelola, bukan karena minyak buminya tidak ada," katanya.
Berdasarkan data yang dia paparkan, Kurtubi memperkirakan potensi kandungan minyak dan gas di Indonesia mencapai 80 miliar barel, baik yang terletak di laut maupun darat.
Karena itu, dia berharap pemerintah meninjau kembali keputusan tersebut dan melakukan pembenahan sistem tata kelola migas yang dinilai menjadi akar permasalahan industri migas di Indonesia.
ANTARA