TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat sore, 5 Juni 2015, bergerak menguat tipis sebesar satu poin menjadi Rp 13.280 dibandingkan posisi sebelumnya, Rp 13.281 per dolar AS.
Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Jumat, 5 Juni 2015, mengatakan berita mengenai Yunani yang akan melakukan penundaan pembayaran utang ke lembaga dana moneter internasional (IMF) membuat kekhawatiran di pasar keuangan global, termasuk Indonesia. "Faktor itu membuat penguatan rupiah terhadap dolar AS cenderung tertahan," katanya.
Menurut dia, mata uang dolar AS berpotensi kembali bergerak menguat terhadap rupiah ke depan seiring dengan data penggajian (payroll) nonpertanian Amerika Serikat versi pemerintah diprediksi meningkat. Data itu biasanya akan menjadi penggerak pasar keuangan Amerika Serikat karena terkait dengan potensi kenaikan suku bunga acuan AS (Fed fund rate).
"Angka yang sesuai perkiraan berpotensi memberikan sentimen positif mengenai kesehatan ekonomi AS," katanya. Selain data penggajian nonpertanian, ia menambahkan, data rata-rata pendapatan per jam di AS pada bulan Mei juga akan menjadi perhatian pasar. Data itu berkaitan dengan potensi inflasi.
"Bila rata-rata pendapatan meninggi, inflasi berpotensi naik dan sebaliknya. Kenaikan tingkat inflasi AS akan membuka peluang kenaikan suku bunga acuan AS semakin kuat," katanya.
Pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova, menambahkan, sentimen positif dari dalam negeri belum banyak beredar sehingga potensi rupiah kembali bergerak ke area negatif cukup terbuka. "Banyak ketidakpastian di dalam negeri, dari eksternal pun sentimennya cenderung menopang dolar AS," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat, 5 Juni 2015, mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp 13.288 dibandingkan hari sebelumnya, Kamis, 4 Juni 2015, Rp 13.243.
ANTARA