TEMPO.CO, Jakarta - Lektor Kepala Bidang Oseanografi Institut Pertanian Bogor Alan Koropitan mengatakan Indonesia pernah jaya dalam hal kelautan. “Pada 1980-an dalam hal kelautan, Indonesia itu terbaik se-Asia Tenggara,” katanya saat dihubungi, Senin, 1 Juni 2015.
Indikasi kehebatan Indonesia saat itu adalah mulai dirintisnya program studi ilmu dan teknologi kelautan di enam universitas di Tanah Air pada 1983. Keenam program studi dan universitas itu, adalah Institut Pertanian Bogor dengan program studi eksplorasi sumber daya hayati laut.
Lalu ada Universitas Riau dengan program studi lingkungan laut, kemudian ada Universitas Diponegoro dengan program studi budi daya laut. Ada pula Universitas Hasanuddin dengan program studi budi daya laut, Universitas Sam Ratulangi dengan program studi farmakologi laut, dan Universitas Pattimura dengan program studi eksplorasi sumber daya hayati laut.
Dengan pembentukan program studi itu, kata Alan, ada banyak fasilitas yang sudah diinvestasikan, seperti kapal-kapal riset canggih. “Melalui proyek ini juga telah disekolahkan 160 PhD dan banyak master,” kata Alan. Menurutnya, para mahasiswa dari negeri tetangga banyak yang mencari ilmu di bidang kelautan ke Indonesia.
Sayang, pemerintah tidak memberikan perhatian penuh pada dunia kemaritiman. Pemerintah memberikan anggaran yang sangat terbatas untuk melakukan perawatan alat-alat canggih itu serta riset. Sehingga banyak alat-alat canggih saat itu yang sudah usang termakan usia dan tidak terurus lagi saat ini.
Di saat Indonesia lengah mengembangkan dunia ilmu kelautannya yang masih sebatas program studi selama 30 tahun, negara tetangga ternyata terus mengembangkan ilmu kemaritimannya. Mereka bahkan sudah mengembangkan universitas khusus ilmu kelautan di negaranya masing masing.
Taiwan yang hanya sebesar Jawa Barat memiliki National Taiwan Ocean University di kota kecil bernama Keelung (sekecil Pelabuhan Ratu). Tiongkok juga punya dua universitas kelautan, yaitu Shanghai Ocean University dan University of Ocean Science and Technology di Qin Dao.
Malaysia, kata Alan, saat ini memiliki alat-alat canggih untuk melakukan riset kelautannya. Kapal riset itu benar-benar kapal yang digunakan untuk riset. “Bukan kapal bekas yang sudah usang, dan akhirnya dijadikan kapal riset,” katanya.
Menurut Alan, cukup berat bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan bila ingin menjadi poros maritim dunia seperti yang diinginkan pemerintahan Kabinet Kerja. Banyak hal yang harus dikejar.
“Saya pikir, yang paling penting ilmu kelautan negara kita yang harus ditingkatkan dahulu,” katanya. Dengan ilmu kelautan yang memadai tentang negara sendiri, ia yakin, industri kemaritiman pun akan ikut berkembang di negara kepulauan ini.
MITRA TARIGAN