TEMPO.CO, Sumenep - Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mencatat sebanyak 100 hektare lahan garam di Kecamatan Dungkek dialih fungsikan pemiliknya menjadi tambak udang. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Mohammad Djakfar mengatakan alih fungsi terjadi sejak tahun 2014. "Mungkin hasil tambak udang lebih besar dari bertani garam," kata dia, Rabu, 27 Mei 2015.
Menurut Djakfar, alih fungsi lahan garam menjadi tambak adalah hal biasa dilakukan petani garam. Biasanya dilakukan saat penghujan agar tetap berpenghasilan. Pada musim penghujan aktifitas pertanian garam terhenti total.
Namun, kata dia, alih fungsi lahan di Kecamatan Dungkek berbeda karena dilakukan secara permanen. Data menyebutkan, pada 2013, jumlah kelompok tani garam di Kecamatan Dungkek sebanyak 24 kelompok. Namun sejak 2014 jumlah poktan menyusut menjadi hanya 4 poktan garam. Sedangkan sisanya beralih ke tambak udang. "Petaninya alih profesi jadi petambak udang Vanani."
Djakfar menambahkan karena alih fungsi itu, sejak 2014, pemerintah Kabupaten menyetor bantuan Pugar untuk 19 kelompok tani garam di Kecamaran Dungkek. Luas lahan garam di Sumenep pada 2015 diproyeksikan hanya sekitar 2.608 hektare di 11 kecamatan. Lima kecamatan di antaranya berada di wilayah kepulauan yaitu Pulau Kangayan, Arjasa, Sapeken, Gili Genting, dan Ra'as.
Muhammad, petani garam di Kecamatan Dungkek mengatakan beberapa rekannya memang beralih ke tambak udang. Hal itu dilakukan karena harga garam yang tidak stabil sehingga sering merugikan petani. "Pemerintah menetapkan harga garam Rp 550 per kilogram, tapi saat panen hanya laku Rp 350."
Tambak udang, kata dia, lebih menguntungkan karena sekali panen bisa meraih pendapatan hingga Rp 10 juta. Selain soal keuntungan, tambak udang lebih bisa menunjang perekonomian petani karena bisa dilakukan sepanjang tahun. Sedangkan garam hanya bisa dipanen saat kemarau. "Saya ingin juga beralih, tapi belum punya modal."
MUSTHOFA BISRI