TEMPO.CO, Bekasi - Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Se-Indonesia Dwi Ranny Pertiwi mengatakan, dari ribuan perusahaan jamu di Indonesia, hanya 16 yang dapat mengekspor produknya. "Terhambat kebijakan proteksi negara tujuan," kata Dwi di Bekasi, Jawa Barat, Rabu, 27 Mei 2015.
Ia menyebutkan perusahaan jamu tradisional Tanah Air mencapai 1.160. Sebanyak 16 di antaranya merupakan industri skala besar dan 1.144 industri skala kecil dan menengah.
Dwi berharap peran pemerintah agar semua perusahaan jamu bisa bersaing dengan produk negara lain, bahkan menembus pasar dunia. Apalagi sebentar lagi diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). "Kalau negara lain gampang masuk ke Indonesia, tapi kenapa produk kita sulit masuk ke negara lain?" ujarnya.
Ia menilai kebijakan Badan Pengawas Obat dan Makanan juga mempengaruhi hal ini. Misalnya, obat cacing vermin tidak diperbolehkan mencantumkan obat tifus, kemudian diganti menjadi obat penurun demam tinggi. "Ini kan mempengaruhi persaingan. Kalau seperti itu, apa yang mau dijual?" tuturnya.
Karena itu, Dwi meminta anggotanya terus meningkatkan mutu agar produk jamu tradisional kompetitif. Dengan begitu, kepercayaan konsumen diyakini akan meningkat.
Tahun ini, omzet penjualan jamu ditargetkan sebesar Rp 20 triliun. Dwi optimistis target tersebut bisa tercapai. Sebab, setiap tahun konsumsi jamu tradisional terus meningkat. "Pada 2014 saja omzetnya mencapai Rp 15 triliun," ucapnya.
ADI WARSONO