TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengevaluasi jajaran direksi dan komisaris Bank DKI. Langkah ini dilakukan menyusul melorotnya kinerja Bank DKI dengan kerugian lebih dari Rp 1 triliun, terutama tingkat kredit bermasalah /macet (NPL) di atas 4 persen.
"Kelihatannya manajemen enggak melakukan itu, lambat sekali. Saya kan sudah sabar 2,5 tahun, nih. Jadi, mungkin kita mau evaluasi direksi dan komisaris," kata Ahok di Istana, Selasa, 26 Mei 2015.
Menurut Ahok, risiko kerugian lebih dari Rp 1 triliun terjadi lantaran manajemen Bank DKI mengarahkan kredit korporasi yang tidak sesuai dengan fokus yang diarahkan Pemprov. Misalnya sektor usaha kecil dan menengah, pedagang kaki lima, dan pembangunan rumah susun.
Penyaluran kredit ke sektor-sektor yang salah, ucapnya, membuat rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) perseroan melonjak dan tidak mencatatkan laba.
"NPL bisa naik terus nih, bisa di atas 5 persen. Saya kira DKI bisa rugi Rp 1 triliun lebih, nih," ujarnya.
Selain mengevaluasi jajaran direksi dan komisaris, Pemprov juga akan menyuntikkan modal hingga Rp 11,5 triliun agar perseroan bisa naik kelas dengan modal inti yang lebih besar. Dengan demikian bisa disamakan dengan bank kelas atas.
"Bankir hebat itu kan menganggap ke BPD turun pangkat. Makanya sekarang kita mau suntik modal. Kita mau yakinkan bankir-bankir hebat untuk pindah ke sini. Bantu bawa Bank DKI naik kelas," ucap Ahok.
Ahok berharap dengan transformasi tersebut, Bank DKI bisa menjadi BPD yang go public menyusul Bank Banten Jawa Barat (BJB) yang lebih dulu melantai di pasar modal.
Selain itu, Ahok juga berharap Bank DKI menjadi bank dengan kategori Buku IV yang tidak berbeda dengan bank umum nasional.
BISNIS.COM