TEMPO.CO, Pontianak - Pertumbuhan ekonomi di Kalimantan pada triwulan I hanya 1 persen. Angka ini sangat rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, yakni 4,7 persen. "Perlambatan ini dipengaruhi faktor harga-harga komoditas," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat memberi kuliah umum di Rektorat Universitas Tanjungpura, Pontianak, Senin, 25 Mei 2015.
Karena itu, kata Bambang, pemerintah daerah bersama tim pengendali inflasi di daerah harus mendorong sektor-sektor andalan. “Kalau bergantung pada komoditas, sangat riskan. Sifatnya fluktuatif.” Dia mencontohkan, pada 2011, harga komoditas karet dan sawit yang tinggi di pasaran dunia mendongkrak daya beli masyarakat. Sektor properti dan penjualan kendaraan pun meningkat signifikan. Tapi, setelah harga-harga komoditas menurun, sektor-sektor itu pun ikut anjlok.
Bambang mengatakan Bali dan Nusa Tenggara mencapai pertumbuhan ekonomi terbesar dibanding daerah lain, yakni 9 persen. Unggulan kedua daerah itu adalah wisata dan jasa. Posisi kedua ditempati Sulawesi dengan angka pertumbuhan 7 persen. “Komoditas coklat, ikan, dan nikel menjadi unggulan daerah itu. Selain sektor perikanan yang juga tumbuh pesat."
Pulau Jawa menempati posisi berikutnya dengan angka pertumbuhan 5 persen. Hal ini dapat dimaklumi karena Jawa masih menjadi pusat manufaktur. Selanjutnya adalah Papua dengan angka pertumbuhan 3,7 persen berkat sektor pertambangan.
Menurut Menteri Bambang, Kalimantan Barat bisa memprioritaskan sektor manufaktur dengan berbasis pada potensi sumber daya alam setempat. Dengan begitu, perekonomian bisa bertahan dengan pertumbuhan 3-4 persen.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2015 sebesar 4,7 persen, melambat dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2014 sebesar 5,1 persen.
Pelambatan ini disebabkan oleh produksi pangan yang menurun akibat mundurnya periode tanam. Produksi minyak mentah dan batu bara yang turun pun mendatangkan dampak negatif bagi industri kilang minyak. Selain itu, distribusi perdagangan melambat karena menurunnya pasokan barang impor. “Kinerja konstruksi melambat terkait dengan terlambatnya realisasi belanja infrastruktur," kata Suryamin.
BPS juga mencatat, akibat pertumbuhan ekonomi melambat, tingkat pengangguran meningkat. "Dari 7,15 juta penganggur pada Februari 2014 menjadi 7,45 juta pada Februari 2015."
ASEANTY PAHLEVI