TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta membidik dua pasar tradisional untuk bisa disulap dan diberi zona khusus pameran batu akik menyusul booming batu akik saat ini.
"Demam batu akik ini sepertinya awet dan stabil. Kami siapkan dua pasar tradisional untuk uji coba dengan memberi zona batu akik," ujar Kepala Badan Pengembangan Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta Rudi Firdaus, Minggu, 24 Mei 2015.
Dua pasar tradisional yang dibidik yakni Pasar Klitikan Pakuncen dan Pasar Beringharjo di Malioboro. Di Pasar Klitikan, sebelum membuat zona khusus itu, pemerintah akan menggelar pameran batu akik pada 24-31 Mei 2015.
"Kami sediakan 60 stand untuk pameran di Pakuncen, rencananya tiap tiga bulan dalam tahun ini kami gelar pameran dulu sebelum membangun zona khusus tahun depan," ujar Rudi.
Pasar Klitikan Pakuncen selama ini hanya memiliki sekitar sepuluh pedagang batu mulia, sehingga kurang bergaung kala menggelar pameran. Pemerintah pun sengaja menyediakan zona khusus dan pameran berkala guna menarik para pedagang batu mulia yang masih tersebar di sejumlah titik kota agar bisa berkumpul di area itu.
Padahal, dari 33 pasar tradisional di Kota Yogyakarta, pasar yang dihuni 700 pedagang itu menerima kunjungan dan transaksi harian yang cukup tinggi, bahkan masuk tiga besar tertinggi di Yogyakarta setelah Pasar Beringharjo di Jalan Malioboro dan Pasar Giwangan, dengan putaran uang transaksi harian Rp 2 miliar. "Jika ada zona tambahan batu mulia, omzet harian di Pasar Pakuncen juga semakin tinggi," ujar Rudi.
Dalam pameran kali ini, Pasar Klitikan tak membatasi peserta guna menarik minat pembeli dan kolektor batu mulia. Pedagang batu mulia dari Jawa Barat, Jawa Tengah, sampai Jawa Timur akan didatangkan.
Sedangkan di Pasar Beringharjo, sejumlah pedagang batu mulia di sisi utara yang berdempet dengan dinding pasar itu akan difasilitasi agar masuk pasar jika potensi jualan dan jumlah pedagang memadai. "Agar tidak memicu keruwetan jika semakin menyebar di luar pasar, karena Beringharjo berada di kawasan Malioboro yang padat," ujarnya.
Saat ini Yogyakarta sudah memiliki dua sentra batu mulia, yakni di emperan sisi timur Titik Nol Kilometer dan lantai dua pusat cendera mata XT Square. "Kami menyasar zona batu mulia di pasar tradisional agar ikut memicu menggeliatnya sentra perekonomian informal di sekitarnya," ujar Rudi.
PRIBADI WICAKSONO