TEMPO.CO, Padang - Pemerintah Indonesia masih bergantung pada Bank Dunia. Meskipun Presiden Joko Widodo mengajak negara-negara di dunia tidak bergantung pada lembaga donor dalam pidato peringatan Konferensi Asia-Afrika, April lalu.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago mengatakan bunyi pidato Presiden Jokowi itu jangan hanya bergantung pada Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia (World Bank), dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
"(Bunyinya) jangan hanya," ujarnya saat berada di Kota Padang, Sumatera Barat, Sabtu, 23 Mei 2015.
Maka, ucap Andrinof, pemerintah Indonesia mencari dari berbagai sumber lain. Maksudnya, agar Bank Dunia tidak memberikan syarat yang berat seperti dulu. "Sekarang kita bebas menggunakan dana itu sendiri," tuturnya.
Di antara persyaratan yang telah berubah itu adalah tidak harus membayar 40 persen untuk konsultan asing atau konsultan yang ditunjuk Bank Dunia. Kriteria proyek juga sudah ditentukan sendiri. Lalu pembebasan lahan tak harus mengikuti prosedur Bank Dunia dan konsultannya.
"Dulu syaratnya terlalu mencampuri. Sekarang enggak lagi," katanya.
Sebelumnya, Bank Dunia berencana menggelontorkan pinjaman baru sebanyak US$ 11 miliar atau setara Rp 114,83 triliun untuk Indonesia hingga tiga-empat tahun mendatang. Dari rencana itu, US$ 8 miliar berasal dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD).
Sisanya, sebesar US$ 3 miliar, berasal dari International Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA). Pinjaman dari IBRD itu berarti naik 25 persen dari periode keempat tahun lalu.
Menurut Andrinof, Bank Dunia memberikan pinjaman murah. "Masa tenggang pengembaliannya lama. Masa tenggang bebas cicilan cukup panjang. Bisa delapan tahun dan bunganya murah," ujarnya. Syarat pinjaman ini, ucap dia, lebih baik daripada menjual surat utang.
ANDRI EL FARUQI