TEMPO.CO ,JAMBI -- Lima perusahaan batubara di Provinsi Jambi yang beroperasi di Kabupaten Tebo terpaksa tutup dan menghentikan kegiatannya. Mereka juga tidak memperpanjang izin usaha pertambangan. Perusahaan ini melakukan eksplorasi di areal seluas 11.350 hektare. "Kelima perusahaan itu berhenti atas imbas anjloknya harga batubara," kata Kepala Bidang Pertambangan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Tebo, Hendriyanto, 22 Mei 2013.
Harga jual batubara hanya Rp 220 ribu per ton jauh dibandingkan acuan harga normal Juni 2014 yang mencapai Rp 950 ribu per ton. Tak hanya itu, Hendriyanto melanjutkan akibat anjloknya harga batubara dunia telah menyebabkan produksi batubara di Kabupaten Tebo mengalami kemacetan.
Sebanyak 10.000 ton batubara dari Kabupaten Tebo, kata dia, kini terbengkalai di pelabuhan Talang Duku, Kabupaten Muarojambi karena tidak terjual. Batubara itu milik PT. AAA sebanyak 3.000 ton dan PT. Winner sebanyak 7.000 ton. "Mereka sementara menghabiskan dulu stok yang ada sembari menunggu harga batubara normal kembali," ujarnya.
Produksi batubara memiliki tiga kategori kualitas, yakni high, medium dan low. Khusus di Tebo, kandungan kalori batubara di daerah ini berkisar 5.000 dan masuk masuk kualitas low. Sehingga harga batubara di Tebo terbilang sangat murah.
Berdasarkan data Dinas ESDM Provinsi Jambi, harga batubara di Jambi stagnan dan cenderung turun akibat kelebihan stok. “Apalagi kualitas batubara di Jambi yang berkadar kalori rendah.”
Dengan kondisi yang berat ini, sebanyak 70 perusahaan pemengang IUP masih sebatas eksplorasi, belum meningkatkan ke produksi. Dinas ESDM berencana mencabut izin mereka.
Kondisi ini pun berimbas pada para sopir angkutan batubara. Ketua Asosiasi Sopir Batubara Jambi Puji Siswanto, mengatakan, sejak anjloknya harga batubara aktivitas pengangkutan pun relatif berhenti, karena pengusaha tidak mampu membayar ongkos angkut. "Saya saja dengan memiliki 10 unit truk hanya tersimpan di gudang," katanya.
Puji menjelaskan ongkos pengangkutan batubara Rp 105 ribu per ton. Namun, dengan harga jual batubara yang sedang turun tidak sebanding dengan biaya operasional. "Apalagi harga BBM sedang tinggi," ujarnya yang kini mengalihkan usaha pengangkutannya pada sektor kelapa sawit.
SYAIPUL BAKHORI