TEMPO.CO , Jakarta: Direktur Lembaga Pengkajian Energi Universitas Indonesia, Iwa Garniwa, meminta pemerintah cepat tanggap terhadap rencana PT Pertamina (Persero) meluncurkan bahan bakar ramah lingkungan. Upaya pemerintah dapat dilakukan melalui pemberlakuan rezim subsidi terhadap sumber energi tersebut.
"Itu juga untuk menjaga daya beli masyarakat," kata Iwa saat dihubungi, Senin, 18 Mei 2015.
Pertamina baru saja mengumumkan hasil risetnya berupa bahan bakar ramah lingkungan yakni minyak sawit dan alga terhidrooksidasi. Riset juga mempublikasikan bahan bakar solar emulsi, yakni campuran dengan air dan surfactant, cocok untuk kendaraan bertenaga tinggi.
Menurut Iwa, biasanya harga bahan bakar baru dan terbarukan lebih mahal dari bahan bakar fosil. Tengok saja penggunaan biodiesel dari minyak sawit fatty acid methyl tester (FAME) yang 30 persen lebih mahal dari solar biasa.
Subsidi, kata Iwa berguna untuk mengakomodasi migrasi masyarakat ke energi ramah lingkungan. Dananya berasal dari pengalihan subsidi bahan bakar fosil yang selama ini diberikan ke solar dan minyak tanah.
Jika tidak diberi subsidi, masyarakat hanya cenderung menggunakan BBM berdasarkan pertimbangan ekonomis. "Pada akhirnya riset Pertamina hanya sia-sia," kata Iwa.
Distribusi bahan bakar ini juga dianggap perlu diatur. Dia mencontohkan banyaknya bajaj berbahan bakar gas di Jakarta yang kini beralih ke BBM karena minimnya SPBG.
Sebelumnya Vice President Research and Development Pertamina, Eko Wahyu Laksono, mengatakan rencana Pertamina untuk meluncurkan bahan bakar ramah lingkungan mendapat respon positif dari pelaku industri. Salah satunya adalah Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia yang siap menyuplai kendaraan yang cocok untuk solar emulsi.
Eko yakin hasil risetnya akan lulus uji komersial sehingga mampu diproduksi secara massal. Apalagi, saat ini, potensi lahan Indonesia untuk bahan bakar nabati masih berkisar 15 juta hektare.
Kurniadi, dari Asosiasi Pemasaran Bahan Bakar Industri, menyatakan mendukung rencana Pertamina ini. Namun, dia meminta perseroan gencar memproyeksikan penguasaan sumber daya untuk memimpin pasar bahan bakar alternatif dalam negeri.
"Pesaing Pertamina sudah lebih dahulu menguasai Fame. Perusahaan jadi harus lebih pintar," kata Kurniadi.
ROBBY IRFANY