TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Energi DPR Kurtubi dan Direktur Eksekutif ReforMiner, Komaidi Notonegoro, menyatakan sudah semestinya Indonesia menjadi anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak atau Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). Dari pernyataan Kurtubi dan Komaidi, dapat dirangkum tiga alasan yang mendasari dorongan agar Indonesia menjadi anggota OPEC, sebagai berikut:
1. Dapat Informasi
Kurtubi mengatakan, dengan menjadi anggota OPEC, maka pemerintah Indonesia bisa mendapatkan informasi tentang prospek harga minyak dunia dan mengetahui kuota produksi negara-negara pengekspor. "Kita bisa mendapatkan harga minyak yang lebih efisien," kata Kurtubi saat dihubungi, Sabtu 16 Mei 2015.
OPEC, menurut dia, sangat menentukan perekonomian dunia karena menggunakan mekanisme kuota untuk menentukan harga minyak. Untuk itu, Kurtubi mendesak pemerintah punya langkah konkrit untuk meningkatkan produksi minyak nasional.
2. Perbaikan Tata Kelola Migas
Dengan menjadi anggota OPEC, mau tak mau pemerintah harus memperbaiki tata kelola migas dan menyederhanakan sistem birokrasi, sehingga meningkatkan investasi ekplorasi.
Kurtubi mengatakan, saat ini investor harus membayar banyak pajak dan pungutan meskipun belum menemukan cadangan minyak. "Proses investasi yang dilalui juga sangat panjang dan birokratis sehingga sampai sekarang tidak ada penemuan cadangan minyak yang signifikan," ujarnya.
Kurtubi memperkirakan Indonesia baru dapat menjadi eksportir minyak 10 tahun mendatang. Itu pun, kata dia, jika pemerintah memperbaiki regulasi investasi dan tata kelola migas.
3. Bukan Mustahil Indonesia Mengekspor Minyak
Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro, mengatakan masa eksplorasi membutuhkan waktu enam tahun sebelum menghasilkan produksi minyak. Dia mengatakan tidak menutup kemungkinan Indonesia menjadi ekportir minyak.
Jika semua proyek pemerintah berjalan, seperti Cepu dan pengambilalihan Blok Mahakam, maka produksi minyak dapat melebihi kebutuhan dalam negeri.
Saat ini produksi minyak nasional sebanyak 850 ribu barel atau separuh dari kebutuhan domestik 1,5 juta barel. "Kalau semua jalan, misalnya kira-kira produksi bisa di atas 1,8 juta. Jadi 300 ribu barel bisa diekspor," katanya.
ALI HIDAYAT