TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Energi DPR, Kurtubi mengatakan rencana pemerintah menjadi peninjau organisasi negara-negara pengekspor minyak atau Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) adalah strategi untuk memenuhi kebutuhan BBM.
Dengan menjadi obsever, pemerintah dapat mengetahui prediksi harga dan volume produksi negara pengekspor. Meski tidak menjamin mendapatkan harga minyak lebih efisien, informasi tersebut menjadi referensi pemerintah dalam mengambil keputusan.
"Apakah kita mendapat harga terbaik? bisa ya, bisa tidak. Karena soal itu tergantung momentum pasar dan bagaimana kita meyakinkan produsen," kata Kurtubi saat dihubungi, Sabtu 16 Mei 2015.
Dia menuturkan, masuknya Indonesia ke OPEC adalah bagian dari market intelijen yang pernah dijalankan Petral untuk pengadaan minyak. Jika ingin mendapatkan harga minyak lebih efisien, Kurtubi menyarankan pemerintah memperbaiki strategi pengadaan BBM dan memperbanyak saluran pembelian.
Selain itu, pemerintah harus mengevaluasi semua strategi pengadaan minyak. Dia mengatakan kerja sama antar pemerintah (G to G) juga tidak menjamin sebagai mekanisme pengadaan yang baik. "Seperti kasus Sonangol, kita dapat murah tetapi harus ambil sendiri ke sana," katanya.
OPEC, menurut dia, sangat menentukan perekonomian dunia karena menggunakan mekanisme kuota untuk menentukan harga minyak. Untuk itu, Kurtubi mendesak pemerintah punya langkah konkrit untuk meningkatkan produksi minyak nasional.
Lagipula, Kurtubi melanjutkan, dengan menjadi anggota OPEC, mau tak mau pemerintah harus memperbaiki tata kelola migas dan menyederhanakan sistem birokrasi, sehingga meningkatkan investasi ekplorasi.
Kurtubi mengatakan, saat ini investor harus membayar banyak pajak dan pungutan meskipun belum menemukan cadangan minyak. "Proses investasi yang dilalui juga sangat panjang dan birokratis sehingga sampai sekarang tidak ada penemuan cadangan minyak yang signifikan," ujarnya.
Kurtubi memperkirakan Indonesia baru dapat menjadi eksportir minyak 10 tahun mendatang. Itu pun, kata dia, jika pemerintah memperbaiki regulasi investasi dan tata kelola migas.
ALI HIDAYAT