TEMPO.CO, Jakarta - Nilai perawatan pesawat di Indonesia pada 2015 diperkirakan mencapai US$ 900 juta, naik dari tahun lalu sebesar US$ 850 juta. Pada 2020, angkanya diprediksi mencapai US$ 2 miliar.
"Kemampuan industri perbaikan dan perawatan pesawat atau maintenance, repair, and overhaul (MRO) harus bisa menyerap ini, karena saat ini MRO di Indonesia baru bisa menyerap 30 persen dari nilai tersebut," kata Ketua Umum Asosiasi Perawatan Pesawat Indonesia atau Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) Richard Budihadianto di Jakarta, Selasa, 12 Mei 2015.
Untuk itu, ucap Richard, IAMSA menggelar Konferensi Aviation MRO Indonesia (AMROI) 2015 untuk mempertemukan MRO Indonesia dengan mitra dari berbagai negara di dunia agar bisa mengembangkan kapasitas dan kapabilitasnya.
AMROI 2015 mendatangkan 400 peserta dari 15 negara untuk ikut berpartisipasi dan berdiskusi dengan para nara sumber untuk membahas isu-isu strategis yang berkaitan dengan perkembangan industri penerbangan di Indonesia serta penguatan industri tersebut.
Menurut dia, kebutuhan mendesak industri ini adalah pembangunan aerospace park, di mana seluruh aktivitas yang mendukung penerbangan nasional bisa tersedia di kawasan tersebut, dari pelatihan, suku cadang, perbengkelan, hingga permesinan.
"Rencananya, akan dibangun di Bintan, karena kami butuh tempat yang dekat dengan Singapura. Sebab, Singapura menjadi pusat penerbangan di Asia saat ini. Semua pabrikan ada di sana," ujar Richard.
Dengan demikian, tutur Richard, akan lebih mudah mendapatkan berbagai komponen pesawat yang belum tersedia di dalam negeri.
Richard mengatakan pembangunan aerospace park tersebut membutuhkan waktu sekitar dua tahun, yang akan mempekerjakan masyarakat Indonesia sebesar 95 persen dan ahli dari luar negeri 5 persen.
ANTARA