TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia akan mengkaji aturan rasio pinjaman terhadap nilai aset atau loan to value (LTV) untuk pembelian properti dan otomotif agar dapat menjaga risiko kredit bermasalah sehingga tidak mengganggu industri keuangan dalam negeri.
"Secara umum, aturan LTV akan dikaji, jadi tidak boleh lagi ada pembiayaan motor tanpa uang muka (down payment) karena itu akan membuat profil risiko," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam acara Institute of International Finance (IIF) Asia Summit di Jakarta, Kamis, 7 Mei 2015.
Adapun untuk properti, yakni kredit kepemilikan rumah (KPR), ia mengatakan bahwa BI akan melarang perbankan mencairkan dananya sebelum fisik bangunan selesai 100 persen, serta akan memprioritaskan pembelian rumah pertama. "Akan susun aturan baru LTV agar efektif untuk menjaga portofolio di perumahan serta pembiayaan otomotif. Kita review tapi tetap menjaga kesehatan dan keseimbangan. Diharapkan dapat mendorong industri tumbuh tanpa mengorbankan kualitas," katanya.
Direktur Eksekutif Mandiri Institute Destry Damayanti berharap Bank Indonesia dapat melonggarkan kebijakan ketatnya menyusul melambatnya perekonomian di dalam negeri. "Bisa melalui kebijakan LTV, seperti menurunkan DP pembiayaan properti atau otomotif yang tadinya 30 persen diturunkan menjadi 10-20 persen, itu sudah sangat membantu," tuturnya.
Ia memaparkan, jika LTV dinaikkan menjadi 90 persen, DP kredit bisa menjadi hanya 10 persen. Dengan begitu, dampak perekonomian domestik akan positif. Sektor itu dinilai dapat menggerakkan perekonomian dari sisi konsumsi masyarakat. "Saat ini memungkinkan untuk turun ke 10 persen, atau paling tidak 20 persen. Karena kita lihat impact-nya, pengetatan selama ini sudah sangat terasa bagi properti dan otomotif," ucapnya.
Selain itu, menurut dia, BI juga dapat menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin. Sebab, jarak antara BI Rate dan suku bunga Amerika Serikat (Fed Fund Rate) masih lebar.
ANTARA