TEMPO.CO , Jakarta: Kejahatan di dunia maya kian berkembang. Bukan hanya pembobolan rekening perbankan, tapi juga pencurian data perusahaan. Namun masih sedikit pelaku usaha yang menyadari pentingnya menjaga keamanan data perusahaan.
Dalam pandangan Fortinet, edukasi masyarakat mengenai ancaman kejahatan dunia maya menjadi poin penting. Saat diwawancarai Tempo di Hotel Westin Chosun, Seoul, pertengahan April 2015, Jeremy Andreas, Country Manager Fortinet Indonesia memaparkan tantangan dan strategi Fortinet yang saat ini menduduki peringkat ketiga dalam pasar bisnis penyedia sistem keamanan jaringan di Indonesia.
Bagaimana perkembangan bisnis Fortinet?
Tahun 2004, kala pertama Fortinet masuk pasar Indonesia, orang belum tahu apa perlunya keamanan Internet. Sekarang pelanggan sudah paham pentingnya menjaga keamanan jaringan data perusahaan. Jangankan konsumen menengah, konsumen besar saja bertanya: buat apa saya beli sistem keamanan yang mahal. Bagi mereka itu dihitung mahal. Mahal atau tidaknya itu tergantung kebutuhan perusahaan. Kami punya produk yang senilai US$ 1.000 sampai US$ 1 juta. Pelanggan akan berkata mahal kalau dia menilai sistem keamanan itu tidak penting.
Tantangannya adalah membuat konsumen memahami apa yang dianggap tidak penting sebetulnya hal penting. Sekarang yang kami coba terangkan adalah bagaimana sistem keamanan itu sebetulnya bisa membuat bisnis lebih berkembang. Kami mencoba memberi pemahaman bahwa, sebelum kebobolan, perusahaan harus memasang sistem keamanan terlebih dulu. Kami lebih mementingkan kesadaran bahwa keamanan ini bisa meningkatkan bisnis mereka.
Modus pembobolan apa yang paling diwaspadai?
Yang lagi tren sekarang APT, advance persistent threat. Kalau sebelumnya, threat itu berupa spam dan virus tapi tanpa organisasi di belakangnya. APT itu di belakangnya ada organisasi cyber crime yang mengendalikan. Organisasi ini sudah punya target, misalnya untuk mengambil data. Yang berbahaya itu perusahaan tidak sadar bahwa datanya sudah dicuri, lalu tiba-tiba sudah dipublikasikan di Internet, seperti Sony.
Bagaimana mengenali ada serangan APT?
APT ini tak ada gejalanya. Harus dilawan dengan frame work, yang dimonitor terus-menerus. APT itu kalau di dunia nyata sama seperti mata-mata yang masuk di suatu negara. Mata-mata itu belum tentu langsung punya tugas. Misi awalnya hanya menyusup dan tinggal selama mungkin, membaur, dan dianggap bukan ancaman. Saat itulah, baru mata-mata ini bekerja.
Apa risiko bagi perusahaan yang tidak memasang sistem keamanan?
Saya melihat keamanan itu perlu karena kalau kebobolan akan mengganggu bisnis, misalnya kena virus. Sistem yang bisa dimasuki cyber criminal sebenarnya merusak reputasi perusahaan. Justru hacker yang berbahaya itu kalau dia tidak ketahuan bahwa dia menyusup mengambil data.
Siapa saja klien Fortinet?
Hampir semua sektor. Dari telekomunikasi, keuangan, badan pemerintahan, sampai institusi pendidikan di Indonesia. Fortinet juga telah menyediakan berbagai solusi keamanan untuk perusahaan dengan skala yang beragam, dari perusahaan besar, UMKM, hingga penyedia jasa cloud computing.
Target jangka pendek dan jangka panjang di Indonesia?
Kalau target jangka panjang kami ikuti pusat, menjadi nomor satu. Target jangka pendek, kami ingin mendukung mitra lokal untuk memberi pelayanan terbaik kepada konsumen. Jika kami menjual pelayanan yang baik, dari situ konsumen akan datang dengan sendirinya.
Siapa saja kompetitor Fortinet?
Produk Fortinet sekian banyaknya, jadi kompetitor Fortinet adalah semua perusahaan yang juga membikin produk itu. Misalnya produk firewall, maka semua perusahaan yang bikin produk firewall adalah kompetitor kami. Kami juga ada web application firewall, perusahaan yang bikin produk itu ya menjadi kompetitor kami juga.
NIEKE INDRIETTA