TEMPO.CO, Jakarta - Para karyawan di PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban menyatakan siap mendampingi penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri dalam menyelidiki kasus tindak pidana pencucian uang antara PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Dugaan tindak pidana pencucian uang itu berupa hasil jual beli kondensat minyak dan gas bumi di Jakarta. “Jika dibutuhkan, kami siap dampingi penyidik polisi,” ujar Ketua Serikat Pekerja (SP-TPPI) Tuban Suhariyadi kepada Tempo, Kamis, 7 Mei 2015.
Pernyataan Suhariyadi ini menanggapi penggeledahan di kantor TPPI dan kantor SKK Migas di Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Menurut dia, cepat atau lambat pasti polisi juga akan melakukan pemeriksaan di pabrik TPPI di Jenu, Tuban. "Kami sangat senang itu,” ujarnya.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana dan Khusus Bareksrim Mabes Polri telah memeriksa dua saksi kunci terkait kasus tindak pidana dan pencucian uang antara PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan SKK Migas. Namun saat ditanya nama dan asal saksi tersebut, Viktor menolak menjawab.
"Tidak boleh saya ungkapkan. Saya sendiri sudah diancam," kata Direktur Tindak Pidana dan Khusus Badan Reserse Kriminal Brigadir Jenderal Viktor Edi Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Mei 2015. Viktor mengaku diancam akan dipindahkan ke bagian lain. Artinya, ia tak boleh lagi menyidik kasus tersebut. Ia pun menolak menjawab ancaman tersebut berasal dari mana. "Bukan teror juga. Kalau teror, bisa kami lawan."
Selasa malam, 5 Mei 2015, kepolisian melakukan penggeledahan kantor TPPI di gedung Mid Plaza, Sudirman, Jakarta Pusat, serta kantor SKK Migas di Wisma Mulia, Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Kepolisian mencari dokumen terkait dengan perjanjian penjualan antara TPPI dan SKK Migas yang berujung pada kerugian negara hampir Rp 2 triliun. Sebelum penggeledahan, tiga saksi kunci juga telah diperiksa. Bareskrim mulai menyelidiki kasus tersebut pada akhir Januari 2015.
SUJATMIKO | DEWI SUCI RAHAYU