TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Energi Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana menyangkal ledakan pipa gas panas bumi milik Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Wayang Windu sebagai penyebab longsor di Pangalengan, Bandung, Jawa Barat.
Menurut dia, pipa-pipa tersebut juga menjadi “korban”. "Ini murni longsor dan di bawahnya terdapat pipa. Ada aset nasional yang menjadi korban," kata Rida di Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam, Rabu, 6 Mei 2015.
Menurut Rida, kondisi tanah di atas pipa memang tidak stabil, dengan kemiringan sekitar 70 derajat. Akibat hujan deras, tanah tersebut longsor dan menerjang permukiman penduduk. Dari permukiman penduduk ke pipa-pipa tersebut berjarak 1 kilometer. Tanah longsor itu membuat pondasi pipa bergeser dan patah menjadi tiga bagian.
Rida menambahkan, tanah longsor merusak pipa unit pertama dan kedua. Pipa unit pertama biasanya memproduksi 110 megawatt (MW). Adapun pipa unit kedua menghasilkan 117 MW. “Pipa-pipa tersebut yang menuju ke pembangkit listrik. Total, 277 MW pasokan listrik yang berhenti ke Perusahaan Listrik Negara,” ujar Rida.
Pipa-pipa tersebut, menurut Rida, mengantarkan uap panas bumi dengan tekanan 10 bar dan bersuhu 170 derajat Celcius. Lantaran tersumbat, uap panas bumi tersebut akhirnya melontarkan tanah longsor yang menimbulkan suara seperti telah terjadi ledakan besar. “Ledakan pipa terjadi karena longsor lebih dulu,” ucapnya.
Kementerian Energi sudah menugaskan Inspektur Panas Bumi untuk meninjau langsung lokasi kejadian. Mereka bertugas mencari solusi agar PLTP cepat kembali beroperasi. “Untuk kerugian, PLN masih melakukan hitung-hitungan,” tutur Rida.
Hingga saat ini, korban jiwa akibat longsor tersebut berjumlah empat, terdiri atas tiga dewasa dan satu balita. Sedangkan korban luka-luka berat berjumlah sembilan. “Mudah-mudahan tidak ada korban jiwa lagi,” kata Rida.
SINGGIH SOARES