TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai keputusan Presiden Joko Widodo untuk menunjuk pelaksana tugas pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan bom waktu kehancuran lembaga antikorupsi ini. Koalisi terutama menilai penunjukan Indrianto Seno Adji tidak memenuhi standar kualifikasi pimpinan KPK.
"Indrianto selama ini dikenal berseberangan dengan KPK, dekat dengan kekuatan Orde Baru, serta banyak melakukan pendampingan hukum terhadap pelaku korupsi, kejahatan perbankan, pelanggaran HAM, dan kasus-kasus lainnya," kata Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dalam rilis yang diterima Tempo, Jumat, 20 Februari 2015.
Dalam rilis dijelaskan rekam jejak Indrianto yang harus diwaspadai. Pertama, Indrianto dinilai anti KPK lantaran beberapa kali berupaya mengurangi kewenangan dan lingkup yurisdiksi hukum KPK. Misalnya saat Indrianto mewakili Paulus Efendi beserta 31 hakim agung lainnya dalam uji materi undang-undang melawan Komisi Yudisial pada 2006 lalu.
Kedua, Indrianto dianggap sebagai pembela koruptor. Contohnya saat menjadi kuasa hukum mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dalam kasus pengadaan Helikopter Mi-2 yang merugikan negara Rp 13,6 miliar.
Ketiga, ia dianggap sebagai pembela kejahatan perbankan. Indrianto menjadi kuasa hukum orang-orang yang terlibat penyalahgunaan kekuasaan oleh otoritas keuangan. Di antaranya mantan Direktur BI Paul Sutopo, Heru Supraptomo, dan Hendrobudianto terkait penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp 100 miliar.
"Presiden seyogyanya tidak menempatkan pelaksana tugas yang memiliki potensi konflik kepentingan yang begitu," ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai Jokowi tidak sensitif terhadap upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi secara sistematis. Oleh karena itu, mereka mendesak Jokowi untuk menghentikan Indrianto sebagai Plt KPK. Pimpinan KPK juga dituntut untuk meneruskan penyelidikan perkara Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan kasus perkara korupsi lainnya.
DEWI SUCI RAHAYU