TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengungkap detik-detik terakhir pesawat AirAsia QZ8501 hilang kontak pada Ahad, 28 Desember 2014 lalu. Sesuai dengan data radar, kata dia, pesawat naik cepat sekitar 6.000 kaki per menit.
"Jarang sekali pesawat komersial naik secepat itu. Biasanya naik 1.000 sampai 2.000 kaki per menit. Cara itu hanya bisa dilakukan pesawat jet tempur," ujar Jonan, seperti ditulis oleh The Telegraph yang mengutip AFP. Menteri Jonan menjelaskan hal itu saat rapat di Komisi Perhubungan DPR, Selasa, 20 Januari 2015.
Dalam presentasi yang dibawakan Jonan, QZ8501 naik dari ketinggian 32 ribu ke 33,7 ribu kaki hanya dalam waktu sekitar 15 detik. Kecepatannya setara pendakian normal pesawat tempur.
Detik-detik berikutnya, pesawat semakin melesat naik dengan kecepatan mencapai 11.100 kaki per menit. Pesawat kemudian mencapai puncaknya, di ketinggian 36.700 kaki (11.460 meter), mulai melambat, lalu turun. "Pada pukul 06.17.58 WIB," ungkap Jonan dalam presentasinya, pesawat mulai jatuh dengan kecepatan 1.500 kaki (457.2 meter) dalam 6 detik.
Dalam pertemuan dengan anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat, Jonan mengatakan, setelah itu, pesawat turun 7.900 kaki kemudian menyentuh ketinggian 24 ribu kaki dan akhirnya tak terdeteksi lagi. "Jadi pesawat pada menit-menit terakhir naik dengan kecepatan di atas batas normal. Setelah itu stop. Itu data radar," ujar dia.
Ada kemungkinan, pesawat QZ8501 kehilangan tenaga lalu jatuh atau stall. Hal itu sebelumnya sudah diprediksi oleh ahli penerbangan. Jose Silva, ahli penerbangan dari Melbourne, Australia, misalnya, menampik anggapan bahwa kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 disebabkan pembekuan mesin.
"Pesawat komersial modern sudah melalui uji antibeku untuk menghindari pembekuan mesin," kata Silva seperti dilansir The Sydney Morning Herald, Senin, 5 Januari 2014. (Baca: Analisis BMKG Soal Mesin Air Asia Beku Keliru)
Situasi terakhir di dalam pesawat QZ8501 hingga sekarang masih diselidiki oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Tapi investigator KNKT, Nurcahyo Utomo, membantah kabar bahwa pilot pesawat AirAsia QZ8501 berteriak "Allahu akbar" sebelum jatuh, seperti banyak diberitakan belakangan ini.
"Itu bukan dari QZ8501," kata Nurcahyo melalui pesan pendek, Selasa, 20 Januari 2015. Teriakan "Allahu Akbar", menurut Nurcahyo, berasal dari rekaman pesawat lain yang jatuh di Indonesia. "Itu yang dulu-dulu, biasanya begitu," ujar dia.
Nurcahyo enggan menimbulkan spekulasi mengenai apa yang dikatakan pilot AirAsia QZ8501 sebelum jatuh. "Transkrip rekaman tak boleh dipublikasi menurut undang-undang," kata dia.
Saat ini KNKT masih memproses cockpit voice recorder (CVR) dan flight data recorder (FDR) yang biasanya disebut kotak hitam. CVR AirAsia QZ8501 diangkut ke markas KNKT sejak 13 Januari 2015, menyusul FDR yang dibawa ke KNKT sehari sebelumnya.
MUHAMAD RIZKI | TELEGRAPH
Terpopuler
Pelaku Tabrakan Ganas Pura-pura Jadi Warga Asing
Perwira Setor ke Budi Polisi Jeruk Makan Jeruk
Sesudah Budi Tersangka, KPK Diusik dari 3 Penjuru