TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti pajak dari Danny Darussalam Tax Center, B. Bawono Kristiaji, mengatakan jumlah hakim pajak Indonesia tidak sebanding dengan besarnya kasus pajak yang harus diputuskan. Tak ayal, banyak kasus pajak tidak terselesaikan dengan baik. "Sangat mengkhawatirkan," ujarnya dalam diskusi publik "Evaluasi Penerimaan Pajak Tahun 2014 : Peta Jalan Melampaui Target" di Hotel Atlet Century Park, Rabu, 14 Januari 2015.
Bawono menyatakan saat ini jumlah pengadilan pajak hanya berkutat di tiga kota: Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Sedangkan jumlah hakim pajak aktif hanya berkisar 50 orang. "Informasinya, satu orang malah sudah pensiun," tuturnya. (Baca: Kepatuhan Wajib Pajak Indonesia Terendah di ASEAN)
Sedangkan jumlah perkara pajak yang masuk ke pengadilan setiap tahun mencapai ribuan, sehingga kasus yang berhasil diputus pengadilan hanya 30-40 persen setiap tahunnya. "Akhirnya, banyak kasus pajak yang terkatung-katung, tidak ada kepastian.”
Lembaganya mencatat, tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia terbilang rendah. Kondisi itu diperparah dengan rendahnya putusan perkara pajak di pengadilan, sehingga membuat wajib pajak tidak jera mengemplang. "Wajib pajak itu mengeluarkan pajak karena kesukarelaan dan paksaan," kata Bawono. (Baca: Dirjen Pajak Dapat Tambahan Wewenang)
Peneliti kebijakan ekonomi dari Prakarsa, Wiko Saputra, setuju jumlah hakim dan pengadilan pajak terus ditambah pemerintah. Hal itu untuk menutupi rendahnya capaian target pajak yang kerap dialami pemerintah dalam satu dekade terakhir. "Selama sepuluh tahun terakhir, hanya dua kali tercapai, yakni pada 2008 dan 2010," ujarnya.
Saat ini potensi pembayar pajak mencapai 60 juta, tapi baru 24,3 juta yang sudah terdaftar sebagai wajib pajak. Wiko menilai rendahnya capaian target pajak yang ditetapkan merupakan pengulangan dari pemerintah sebelumnya.
Karena itu, pemerintahan baru di bawah nakhoda Joko Widodo-Jusuf Kalla perlu segera memperkuat kelembagaan perpajakan dengan beberapa kebijakan strategis. "Tanpa peningkatan pajak signifikan, pemerintah sulit memiliki sumber pembiayaan memadai," tutur Wiko. (Baca: Seleksi Dirjen Pajak Masuk Konsultasi Presiden)
Prakarsa mencatat, dalam 25 tahun terakhir, realisasi pajak 2014 paling rendah. Perlu diketahui, pada 1990, pemerintah hanya menargetkan pemasukan dari pajak sebesar Rp 18 triliun, tapi realisasinya mencapai Rp 22 triliun atau 120,6 persen.
JAYADI SUPRIADIN
Berita terpopuler:
Menteri Andrinof: Jepang Cuma Menggertak
Air Asia Akui Izin QZ8501 Cuma Lewat Omongan
Menteri Rini: Pertamina Sulit Akuisisi TPPI